GridKids.id - Selamat tanggal 21 April, Kids! Siapa yang tahu peringatan apa yang dirayakan setiap tahunnya pada tanggal ini? Yap, Hari Kartini!
Kalian pasti enggak asing dengan sosok ibu Kartini yang dikenal sebagai pahlawan emansipasi perempuan dan juga tokoh yang berjasa mengangkat derajat kaumnya lewat kesetaraan pendidikan.
Biasanya hari Kartini dirayakan dengan pawai atau festival di mana anak-anak menggunakan berbagai busana khas daerah yang penuh filosofi dan nilai-nilai kearifan.
Peringatan Hari Kartini sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Presiden pertama RI yaitu Presiden Soekarno.
Tepatnya sejak penetapan Keputusan Presiden RI Nomor 108 tahun 1964 yang disahkan pada 2 Mei 1964.
Keputusan Presiden itu menetapkan Ibu Kartini sebagai Pahlawan Nasional dan juga menetapkan hari lahirnya sebagai perayaan hari besar yaitu Hari Kartini yang dirayakan tiap tahunnya hingga hari ini.
Ibu Kartini terkenal dengan surat-suratnya yang berisi pemikiran yang menggugah tentang emansipasi perempuan.
Kumpulan surat-surat yang pernah dikirimkan oleh Ibu Kartini pada teman-temannya di Eropa lalu dibukukan oleh J.H. Abendanon dan diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis tot Licht).
Selanjutnya kamu akan diajak mengenal sosok Ibu Kartini lebih dekat lewat biografi singkatnya. Yuk, simak uraian lebih lanjutnya di bawah ini!
Baca Juga: Lirik dan Makna Lagu Ibu Kita Kartini Ciptaan W.R. Supratman
Mengenal Ibu Kartini
Ibu Kartini adalah putri seorang Bupati Jepara, yaitu Raden Mas Sosroningrat.
Sedangkan kakeknya adalah Pangeran Ario Tjondronegoro IV yang juga merupakan Bupati Demak pada 1850.
Nama lengkap Ibu Kartini adalah Raden Ajeng Kartini, beliau dilahirkan pada 21 April 1879 silam.
Sebagai seorang putri bangsawan Jawa, Ibu Kartini bisa mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS) atau setara Sekolah Dasar Zaman Kolonial.
Ibu Kartini bersekolah selama 12 tahun dan dari situlah ibu Kartini belajar bahasa Belanda yang menjadi bahasa pengantar wajib murid ELS.
Namun, pendidikan ibu Kartini harus diberhentikan ketika beliau sudah cukup umur untuk dipingit dan menunggu pinangan calon suami.
Pingitan enggak menggerus keinginan Ibu Kartini untuk terus belajar, sehingga selama masa pingitannya ibu Kartini banyak membaca dan belajar sendiri untuk menambah pengetahuannya.
Ibu Kartini punya keinginan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, namun karena terkekang oleh adat ibu Kartini harus mengubur harapan dan keinginannya itu.
Kaum Perempuan Tak Bisa Menempuh Pendidikan Tinggi
Ketika merasa gelisah dengan kondisi itu, ibu Kartini banyak menulis surat pada kawan-kawannya di Belanda.
Surat-surat ibu Kartini menceritakan tentang nasibnya sebagai perempuan Jawa yang terkungkung adat dan enggak bisa mengejar mimpi karena harus mengikuti kodratnya sebagai perempuan.
Ibu Kartini akhirnya dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang, ketika umurnya 24 tahun.
Dengan dukungan suaminya, Ibu Kartini bisa mendirikan sekolah wanita pertama yang bertempat di sebelah kantor pemerintahan Kabupaten Rembang yang saat ini menjadi Gedung Pramuka.
Ibu Kartini meninggal dunia di usia yang terhitung masih sangat muda, yaitu 25 tahun.
Beliau menghembuskan napas terakhir setelah beberapa hari berhasil melahirkan putranya yang bernama R.M. Soesalit Djojoadhiningrat.
Pasca wafatnya Ibu Kartini, ide mendirikan sekolah perempuan diteruskan oleh koleganya yaitu keluarga Van Deventer yang merupakan tokoh politik etis.
Nama sekolah yang dikembangkan oleh Yayasan Kartini adalah Sekolah Kartini yang namanya diambil tokoh priyayi yang berjasa dalam upaya mewujudkan emansipasi dan kesetaraan kaum perempuan.
Sekolah Kartini didirikan di Semarang pada 1912, di sekolah itu diajarkan keterampilan Bahasa Belanda, Bahasa Jawa, Seni, Keterampilan, Aritmatika, Geografi, Sejarah, dan beragam ilmu praktis yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Danastri Putri |
Komentar