GridKids.id - Jika bicara tentang kuliner tradisional Indonesia, pasti terbayang beragam jenis kue basah dengan warna-warni yang menarik.
Salah satu kue basah yang populer dan banyak penggemarnya adalah kue nagasari.
Kue basah ini terbuat dari tepung beras, tepung sagu, santan, dan gula, dengan isian buah pisang raja yang dibalut dengan daun pisang lalu dikukus sampai matang.
Selain menggunakan daun pisang, nagasari juga biasa dibungkus dengan balutan daun pandan supaya aromanya semakin harum.
Nagasari dipercaya berasal dari daerah Indramayu, Jawa Barat, karena Indramayu dikenal sebagai daerah penghasil beras.
Sehingga masuk akal jika ada kuliner yang dikembangkan dari bahan-bahan yang banyak terdapat di daerah itu.
Nama nagasari disebut berasal dari dua kata, yaitu naga dan sari.
Kata naga dimaksud sebagai hewan legenda yang terkenal dari Cina yang menjadi lambang kehormatan. Sedangkan kata sari berarti isi yang utama dari suatu benda.
Sehingga jika digabungkan nama nagasari berarti isi utama dari sebuah benda yang dianggap terhormat.
Baca Juga: Filosofi Kehidupan dari Jajanan Klepon, Panganan Tradisional yang Unik dan Lezat Rasanya
Asal-Muasal Kue Nagasari
Meski dipercaya berasal dari Indramayu, kue nagasari cukup banyak dikonsumsi dan diproduksi di daerah-daerah lainnya di Pulau Jawa.
Kue ini sering disajikan dalam acara-acara adat penting di Jawa, misalnya upacara keagamaan atau rangkaian acara selamatan daur hidup masyarakat.
Kue nagasari punya beberapa variasi, di antaranya nagasari putih (santan), nagasari merah (gula jawa), nagasari biru (bunga telang), dan nagasari hijau (daun suji).
Versi cerita sejarah yang menceritakan tentang asal-mula kue nagasari berasal dari Kerajaan Pajang pada paruh pertama abad 16 M.
Seorang pendeta Buddha bernama Mahawiku Astapaka dalam perjalanan untuk merayakan Waisak di Candi Borobudur mampir berlabuh di pelabuhan Nusupan atau Bandar Semangi (pelabuhan kuno di Solo).
Sang pendeta disambut oleh Adipati Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang memintanya untuk mampir dan bermalam di ibukota Pajang sebelum melanjutkan perjalanannya.
Sang pendeta buddha yang setuju untuk mampir disuguhi hidangan tanpa daging dan ikan, melainkan sebuah panganan yang terbuat dari tepung beras dengan irisan pisang di dalamnya (nagasari).
Suguhan itu membuat sang pendeta terkesan dan mengadakan sebuah upacara untuk mendoakan kesejahteraan dan kemakmuran kerajaan Pajang.
Baca Juga: Filosofi Bubur Sumsum, Makanan Tradisional yang Mengajarkan Tentang Rasa Syukur
Selain itu, sang pendeta juga menanam pohon Dewandaru untuk mengenang kedatangannya ke Pajang dan kebaikan tuan rumah yang sudah menyambutnya.
Panganan yang disuguhkan padanya lalu diberi nama nagasari, karena tampilannya yang mengingatkan sang pendeta dengan pohon dewandaru.
Kue ini merupakan lambang ketulusan hati juga upaya untuk mendoakan kebaikan dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa agar dijauhkan dari segala macam penyakit.
Nah, Kids, itulah uraian tentang asal-muasal dan cerita di balik panganan nagasari.
Kue tradisional ini masih sering ditemukan sebagai pilihan jajanan pasar untuk suguhan di acara-acara sosial masyarakat di Jawa.
Kesederhanaan hidangan ini melambangkan ketulusan dan kebersihan hati juga harapan tuan rumah agar didoakan kebaikan dan kelancaran acaranya.
-----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar