Panganan ini baru mulai dijual luas ketika masa pemerintah kolonial Belanda, dan dijual oleh para orang Tionghoa yang dikenal pandai berdagang.
Nama pempek berasal dari sebutan para penjual pempek yaitu orang-orang keturunan Tionghoa yang biasanya dipanggil dengan sebutan Apek atau pek-pek (laki-laki tua dalam bahasa Tionghoa).
Biasanya para pembeli akan memanggil penjual kelesan dengan sebutan pek atau empek-empek.
Dari situlah nama pempek mulai populer digunakan ketimbang nama kelesan, bahkan hingga saat ini.
Sekitar tahun 1916, pempek mulai dijual di sekitar kawasan keraton (di sekitar Masjid Agung dan Masjid Lama Palembang).
Awalnya pempek dibuat menggunakan ikan belida, namun seiring perkembangannya jenis ikan ini makin langka sehingga harganya makin mahal.
Lalu, para pedagang mulai berkreasi dengan mengganti bahan pembuatan pempek menggunakan ikan gabus yang juga punya cita rasa gurih dan lezat.
Namun, saat ini semakin banyak jenis ikan yang bisa digunakan sebagai bahan baku pempek, mulai dari ikan kakap, ikan ekor kuning, ikan lele, hingga ikan tuna.
Saat ini varian pempek sudah amat beragam, masyarakat terus berkreasi dan menghasilkan beragam jenis dan rasa yang juga bervariasi.
Baca Juga: Jadi Makanan Khas Mojokerto, Ternyata Onde-Onde Bukan Panganan Asli Indonesia
Perkembangan pempek Palembang
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar