GridKids.id - Virus corona masih menyebar di berbagai negara, enggak terkecuali Indonesia.
Oleh karena itu, beberapa peraturan harus ditetapkan, salah satunya peraturan untuk bepergian.
Kalau ada warga yang ingin bepergian, salah satu syaratnya adalah melakukan tes PCR atau rapid.
Namun, Melansir Kompas.com, Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Laboratorium Indonesia (PDS PatKLln) mengusulkan rapid test dan tes PCR enggak dijadikan sebagai syarat perjalanan seseorang.
Informasi tersebut salah satunya diunggah oleh akun @anjarisme.
“#BreakingNews: PCR dan Rapid test TIDAK menjadi syarat perjalanan orang, begitu saran dari Perhimpunan Dokter Patologi Klinik. Selengkapnya silakan baca dg seksama.,” tulisnya sembari melampirkan tangkapan layar surat dari Perhimpunan Dokter Patologi Klinik dan Laboratorium Indonesia.
Saat dikonfirmasi, Prof DR. Dr. Aryati MS, Sp. PK (K) selaku Ketua Umum PP PDS PatKLIn mengatakan, surat itu sebetulnya adalah tanggapan atas Surat Edaran dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid19.
Surat yang dimaksud adalah Nomor 9 Tahun 2020, tanggal 26 Juni 2020 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020 mengenai kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Dokter Aryati menyebut, surat itu sebetulnya adalah surat yang ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas penangan Covid-19, Bapak Doni Monardo.
“Ini sebetulnya tanggapan surat edaran itu. Tanggapan kami yang ditujukan untuk gugus tugas,” ujar dokter Aryati saat dihubungi Kompas.com Mingu (12/7/2020).
Surat tersebut adalah poin tanggapan mengenai keharusan menunjukkan surat keterangan uji tes PCR dengan hasil negatif atau surat keterangan uji Rapid-Test Antibodi Virus SARS-CoV-2 yang mana hasil non reaktif berlaku 14 hari pada saat keberangkatan.
Baca Juga: Keren! Rumah Sakit Umum Daerah Ini Mampu Deteksi Hasil Tes Swab Covid-19 Hanya dalam Waktu 50 Menit
Variasi Waktu Keluarnya Hasil Tes
Dokter Aryati menyampaikan, tes PCR di Indonesia punya variasi waktu. Jadi, hasil pemeriksaan PCR yang berbeda di setiap lokasi pemeriksaan.
Hasil tes ada yang 2 hari bahkan 3 minggu atau lebih. Inilah yang kemudian menurutnya harus dipahami bersama.
“PCR di Indonesia kan bervariasi. Lab-lab itu kewalahan kalau dikejar-kejar harus cepet,” kata dokter Aryati.
Padahal menurutnya akses PCR adalah sesuatu yang penting.
“Diambil kapan selesai, kalau selesai lama kasian nggak keluar-keluar hasilnya. Artinya, variasinya luas, kok ini diberlakukan nasional?” tanyanya.
Adanya perbedaan variasi waktu keluarnya hasil ini menurutnya, enggak akan menjamin seseorang enggak terpapar selama periode menunggu hasil tersebut.
Atau misal ketika seseorang dinyatakan positif, padahal sebetulnya ia sudah melewati waktu untuk sembuh selama menunggu hasil.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti mengenai enggak adanya kejelasan dalam edaran tersebut mengenai manakah patokan waktu dua minggu masa berlaku tes PCR yang digunakan.
Apakah dimulai dari saat sampel diambil atau dari saat hasil keluar.
Baca Juga: Dua Hal yang Berbeda, Ini Perbedaan Rapid Test Virus Corona dan Pemeriksaan Swab Tenggorokan
Rapid Test Sensitivitas Rendah
Adapun terkait poin rapid test, dokter Aryati menyampaikan rapid test antibodi punya sensitivitas yang rendah.
Sehingga akan memunculkan kemungkinan terjadi false negatif dan false positif yang lebih besar.
Ia mencontohkan, seseorang bisa saja dinyatakan enggak reaktif rapid, tapi karena muncul false negatif, saat ditest dengan swab hasilnya positif.
“Memang rapid dibilang jelek semua, nggak ya. Yang oke lumayan ada. Tapi walaupun ada nggak tinggi-tinggi banget. Tetep ada false negatif dan false positif. False negatif itu misal rapid non reaktif ternyata swab positif. Nah kan mubadzir, sayang,” ujarnya.
Lebih lanjut dokter Aryati menyampaikan, pihaknya menimbau untuk melakukan penjajakan pemeriksaan Test Molekuler (TCM) PCR Virus SARS-CoV-2 atau pemeriksaan antigen virus SARS-CoV-2 dengan sampel swab atau saliva di stasiun atau bandara sesaat sebelum seseorang akan melakukan perjalanan.
“Jangan sampai yang terbang yang positif. Sediakan (TCM PCR) di bandara,” ucapnya.
Dokter Aryati menjelaskan TCM PCR punya waktu cepat dalam mendiagnosis virus dibandingkan dengan mode PCR lama.
Sehingga menurutnya apabila disediakan di bandara, sebelum pesawat berangkat misalnya pemeriksaan bisa dilakukan sebelum keberangkatan.
Lab Standar
Meski demikian usulan penjajakan TCM PCR ini bukan sekedar pengadaan lab di sana.
Namun, dilakukan dengan mempertimbangkan pembuatan laboratorium yang benar-benar memenuhi standar, dari alat dan SOP sehingga enggak berisiko memperparah penyebaran virus.
“Kalau memang itu tujuan pemerintah untuk mencegah penularan itu lebih tepat,” ujarnya.
Adapun masukan lain yang disampaikan Aryati adalah mengenai pengetatan protokol kesehatan termasuk masker, cuci tangan, face shield dan jaga jarak selama dalam perjalanan.
Selain itu juga dilengkapi dengan pengukuran suhu dan pengukuran saturasi oksigen menggunakan Fingertip Pulse Oximeter yang menurutnya bukanlah sesuatu yang mahal.
Selain itu juga penjagaan sirkulasi udara termasuk di kendaraan maupun pesawat udara dengan penggunaan penyaring udara seperti Hepa Filter.
(Penulis: Nur Rohmi Aida)
Baca Juga: Arti Hasil Rapid Test Reaktif, Apakah Berarti Positif Covid-19?
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids dan Album Donal Bebek. Tinggal klik di www.gridstore.id.