Perspektif ini dikemukakan pada awal abad ke-20, ketika para antropolog berupaya menerapkan pembedaan perspektif etik dan emik untuk mengatasi masalah ini.
Istilah emik dan etik sebetulnya adalah konsep kajian pinjaman dari antropologi linguistik yaitu pembedaan fonemik dan fonetik.
Emik dan etik adalah dua sudut pandang atau perspektif dasar dari seorang pengamat ketika menggambarkan perilaku manusia atau kebudayaan.
3. Relativisme Kebudayaan
Keberagaman dan perbedaan budaya dalam masyarakat bisa mendorong munculnya sebuah sikap yang disebut etnosentrisme.
Sifat etnosentrisme bisa muncul sebagai sikap yang memandang kebudayaan sendiri lebih baik dibanding budaya lainnya.
Sikap ini bisa menyebabkan konflik hingga perpecahan antara masyarakat.
Itulah kenapa perlu ada sikap atau pandangan yang bisa mengatasi sikap ini, utamanya dalam kajian antropologi yang menggambarkan tentang kebudayaan masyarakat.
Di antropologi dikenal istilah relativisme budaya yang melihat sebuah nilai, perilaku, dan budaya yang ada di sebuah kelompok masyarakat sesuai budaya masyarakat yang dikaji itu sendiri.
Relativisme budaya adalah pandangan bahwa tiap masyarakat, nilai, kebudayaan, kebiasaan, kepercayaan, dan aktivitas, harus dipahami dari cara atau sudut pandang budaya itu sendiri.
Prinsip ini pertama kali diperkenalkan oleh Franz Boas di abad ke-20.
Menurut Franz, perubahan buka sesuatu yang absolut tapi lebih ke relatif, lo.
Baca Juga: Ciri Khas Antropologi yang Membedakannya dengan Ilmu Lain, Antropologi XI SMA
Istilah relativisme budaya baru berkembang ketika digunakan oleh murid-muridnya, salah satunya adalah Alain Cocke pada 1924.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar