GridKids.id - Kids, kali ini kamu masih akan membahas materi Belajar dari Rumah (BDR) sejarah kelas XI SMA.
Di artikel sebelumnya kamu sudah diajak melihat seperti apa masa pendudukan Jepang di Enrekang, Sulawesi Selatan.
Kedatangan Jepang ke Enrekang awalnya disambut baik karena sudah ada pendekatan pada penduduk setempat lebih dulu.
Namun, seiring waktu sikap Jepang yang mulai mengeksploitasi dan merugikan penduduk, membuat penduduk menyadari Jepang datang untuk tujuan mereka sendiri.
Nah, kali ini kamu akan diajak melihat seperti apa pendudukan Jepang di Palembang dan Pulau Jawa, Kids.
Yuk, simak uraian lengkap penjelasannya di bawah ini!
A. Pendudukan Jepang di Palembang
Palembang merupakan kota penting untuk Jepang selama pendudukannya di Indonesia.
Di Palembang ada sumber minyak yang diperlukan Jepang untuk mendukung peperangan Asia Timur Raya yang sedang berlangsung.
Palembang berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat ke-25 dan berpusat di Bukittinggi.
Sama halnya seperti di Enrekang, kedatangan Jepang awalnya disambut gembira oleh penduduk karena menganggap Jepang bisa mengusir Belanda dari Hindia Belanda.
Baca Juga: Akhir Era Kolonial: Belanda Menyerah Tanpa Syarat Kepada Jepang, Sejarah XI SMA
Namun, ada juga perlawanan lokal dari penduduk yang merasa tertindas oleh kehadiran tentara Jepang.
Di bidang pemerintahan, Jepang punya beberapa perubahan.
Jabatan-jabatan tinggi seperti kepala karesidenan (Syu-cookan), walikota (shi-coo), bupati (ken-coo), bupati (ken-coo) hingga asisten residen (bunshu-coo) yang sebelumnya dipegang Belanda digantikan oleh orang-orang Jepang.
Penduduk pribumi hanya menjabat sebatas gun-coo atau wedana saja.
Struktur pemerintahan mulai dari gun-coo, son-coo (camat), ku-coo (kepala desa), aza (kepala kampung) dan gumi (kepala RT/rukun tetangga) semuanya dijabat oleh orang pribumi dengan kriteria untuk gun-coo dan sun-coo harus berasal dari kalangan elit tradisional setempat.
Sedangkan ku-coo, aza dan gumi bisa diambil dari orang yang punya kesetiaan paling tinggi pada pemerintahan militer Jepang.
Kepentingan utama Jepang di Palembang adalah memeroleh persediaan minyak buminya.
Produksi minyak Bumi di Hindia Belanda kala itu 82% disokong Palembang.
Kebijakan ekonomi Jepang di Palembang diarahkan ke eksploitasi minyak dan mencegah upaya bumi hangus ladang-ladang minyak di Palembang.
Banyak kuli BPP (Badan Pembantu Pemerintah) hingga romusha yang berasal dari luar Sumatra diarahkan untuk melakukan eksploitasi minyak.
Banyak diantaranya yang kurang pakaian dan makanan sehingga gantinya mereka harus menggunakan karung goni dan kulit kayu sebagai pakaiannya.
Baca Juga: Jatuhnya Hindia Belanda ke Tangan Jepang pada 1942, Sejarah XI SMA
B. Penjajahan Jepang di Jawa
Awalnya Jepang menunjukkan sikap baik sebagai saudara tua sesama orang Asia kepada orang Jawa.
Hal ini tentunya dilakukan supaya mendapat dukungan dan kepercayaan penduduk.
Penduduk Jawa menyambut ramah dan suka cita kedatangan Jepang masuk ke Pulau Jawa.
Penduduk Hindia Belanda berlaku seperti itu karena melihat Jepang sebagai salah satu penolong dan harapan untuk lepas dari penjajahan Belanda.
Terlebih masyarakat atau penduduk Jawa begitu percaya dengan ramalan Jayabaya yang menggambarkan bahwa akan datang zaman yang lebih baik di masa depan.
Namun, hal itu baru bisa dicapai jika nanti ada bangsa atau orang kerdil yang datang untuk waktu seumur jagung (singkat).
Orang-orang mulai mencocokkan hal itu dengan kedatangan Jepang ke Hindia Belanda.
Semasa pemerintahan militer Jepang, Jakarta adalah pusat pemerintahan Angkatan Darat ke-16.
Di sanalah dilakukan berbagai langkah transformasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia.
Posisi gubernur jenderal ditiadakan, dan seluruh Jawa (kecuali Surakarta dan Yogyakarta) juga Madura, dibagi menjadi syu (karesidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan).
Baca Juga: Pendudukan dan Propaganda Pemerintah Jepang di Indonesia, Sejarah XI SMA
Jabatan tinggi ini sebelumnya dipegang orang Belanda lalu digantikan dengan orang Jepang dan orang dewasa.
Pada 1944, Jepang mulai memperkenalkan tonarigumi atau rukun tetangga di Jawa.
Seiring waktu sikap Jepang pada penduduk Jawa mulai terbuka aslinya, banyak pengerahan tenaga kerja paksa untuk mendukung perang mereka.
Penduduk Jawa juga wajib menyerahkan padi untuk pasukan Jepang.
Beras ini akan dikirimkan ke wilayah Timur dan sempat digagalkan oleh pihak sekutu.
Hal ini membuat Jepang mendesak rakyat menyerahkan padi lagi untuk menggantikan hilangnya persediaan beras itu.
Kondisi inilah yang membuat kekurangan pangan bagi masyarakat Jawa dan menyebabkan banyak orang kurang gizi selama masa pendudukan Jepang itu.
Dampaknya penduduk harus mengonsumsi bahan makanan lain seperti singkong, jagung, juga ubi-ubian.
Sama halnya dengan beberapa daerah yang diduduki Jepang lainnya, penduduk Jepang juga mengalami kekurangan pakaian dan harus mengenakan baju dari karung goni.
Penderitaan yang begitu berat harus ditanggung selama masa pendudukan Jepang, memancing munculnya perlawanan rakyat, Kids.
Pertanyaan: |
Kenapa Jepang memilih untuk menduduki Palembang di banding kota lainnya di Hindia Belanda? |
Petunjuk, cek lagi halaman 1 dan 2. |
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Grid Kids |
Komentar