GridKids.id - Kids, kali ini kamu masih akan membahas tentang organisasi pergerakan nasional di Indonesia.
Di artikel BDR sebelumnya kamu sudah diajak melihat latar belakang embrio pergerakan nasional hingga organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia.
Kali ini kamu akan diajak melihat organisasi pergerakan nasional lainnya yaitu Sarekat Islam (SI).
Sebelum menjadi Sarekat Islam, organisasi yang didirikan oleh Haji Samanhudi di Solo pada 16 Oktober 1905 bernama Rekso Roemekso.
Selanjutnya organisasi ini berganti nama lagi menjadi Sarekat Dagang Islam (SDI).
Tujuan pendiriannya adalah untuk menggalang kerja sama antara pedagang Islam untuk memajukan kesejahteraan pedagang Islam bumiputera.
Untuk semakin memajukan dan mengembangkan organisasinya, Haji Samanhudi bekerja sama dengan H.O.S. Tjokroaminoto dan mengubah nama organisasinya dengan Sarekat Islam (SI).
Perubahan nama organisasi ini bertujuan supaya organisasi enggak hanya fokus pada pedagang saja.
Cita-cita SI adalah menentang ketidakadilan pada rakyat bumiputera dengan ciri-ciri kerohanian yang tetap demokratis dan militan.
Inilah SI disebut sebagai gerakan nasionalis-demokratis-ekonomis.
Di bawah kepemimpinan H.O.S. Tjokroaminoto, SI punya banyak cabang dan anggota yang sangat banyak hingga membuat pemerintah kolonial Belanda khawatir dan terancam atas perkembangan SI yang berujung membuat kebijakan untuk membatasi pergerakan organisasi ini.
Baca Juga: Organisasi Sarekat Islam: Sejarah, Tujuan, dan Perkembangannya
Perkembangan Sarekat Islam (SI)
Sarekat Islam enggak hanya berkembang di Pulau Jawa saja.
Selama proses perkembangan dan pelaksanaan organisasi ini enggak ada gerakan politik yang terjadi.
Sarekat Islam memperjuangkan hak-hak masyarakat yang ada di bidang politik.
Sarekat Islam juga memperjuangkan keadilan tanpa menyerah dan menekan adanya penindasan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda.
Kehadiran Sarekat Islam sangat ditunggu oleh masyarakat karena perlu wadah untuk menyalurkan aspirasi rakyat Indonesia.
Di januari 1913, pada pertemuan di Surabaya, Sarekat Islam menegaskan bahwa organisasi tersebut bukan partai politik.
Sarekat Islam terbuka untuk seluruh bangsa Indonesia, namun tetap dijaga supaya jadi organisasi rakyat.
Inilah yang membuat ada pembatasan pada pegawai negeri untuk masuk ke Sarekat Islam.
Setelah Sarekat Islam berjaya di Indonesia, organisasi ini akhirnya mengalami perpecahan karena ada perubahan suasana politik di 1929.
Setelah Sarekat Islam yang sudah terkena pengaruh komunis yang diperkenalkan oleh Hendrio Joshepus Maria Sheevliet di 1913.
Baca Juga: Mengenal 6 Organisasi Pergerakan Nasional di Indonesia
Perpecahan di Tubuh Sarekat Islam
Sheevliet dan Adolf Baars mendirikan Indische Social Democratische Vereenihing (ISDV) di Semarang pada 1914.
Tujuan ISDV adalah menyebarkan paham Marxis yang perlu memanfaatkan Sarekat Islam untuk bisa berhubungan dekat dengan rakyat.
Nah, ISDV akhirnya mencoba masuk di Sarekat Islam Semarang pimpinan Semaun.
Semaun enggak setuju jika Sarekat Islam mengirim perwakilan ke Volkskraad, dan hal ini menunjukkan pengaruh Semaun yang makin besar sehingga menimbulkan perpecahan di tubuh Sarekat Islam.
Sarekat Islam terbagi menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah.
SI putih adalah organisasi yang berhaluan kanan di bawah H.O.S. Tjokroaminoto.
Sedangkan SI Merah adalah organisasi yang berhaluan kiri di bawah Semaun yang ada di Semarang.
SI Merah menentang adanya percampuran antara paham agama dan politik di tubuh SI.
Jurang dan perbedaan antara SI Merah dan SI putih makin luas ketika PKI menyatakan penentangan terhadap Pan-Islamisme.
Pan-Islamisme adalah ideologi politik yang mengajarkan bahwa umat Islam di seluruh dunia harus bersatu dan terbebas dari kolonialisme.
Pertanyaan: |
Kenapa pemerintah kolonial Belanda membatasi pergerakan SI? |
Petunjuk, cek lagi halaman 1. |
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar