Sepatu yang dinamakan sepatu oetzi itu tampak dirancang supaya bisa berjalan melalui badai dan tumpukan salju.
Sifat kulit sepatu dari kulit rusa dengan sol lebar dari kulit beruang bersifat kedap air.
Tak hanya itu, bagian dalamnya juga dipenuhi dengan jerami yang seolah difungsikan seperti kaus kaki yang kita kenal saat ini fungsinya untuk menghangatkan kaki.
Selain sepatu oetzi, ditemukan pula sepatu tua dalam penggalian arkeologis di Gua Armenia yang diperkirakan berasal dari sekitar 3.500 SM.
Sepatu kulit itu ditemukan terisi rumput dengan bagian kulitnya terbuat dari kulit sapi.
Tak hanya ditemukan di benua Amerika, temuan sepatu tua juga bisa terlihat di benua Afrika yaitu di Mesir.
Sepatu Mesir tebuka datar dan punya bentuk mirip perahu dan terbuat dari anyaman buluh panjang dan tipis dan dipercaya sudah ada sejak 1550 SM.
Tak hanya sepatu kulit, kala itu sekitaran abad 60-an SM di dataran Tiongkok populer juga sepatu yang terbuat dari tanaman rami yang dijahit dengan teknik perca.
Jahitan perca pada sepatu rami ini tak hanya untuk merekatkan bagian-bagian sepatu tapi juga sebagai salah satu cara sederhana untuk menghias sepatu ini.
Berabad- abad setelah sepatu terus dikembangkan, sepatu tak lagi hanya jadi alas dan pelindung kaki melainkan jadi benda mode.
Model sepatu terus berkembang dari yang awalnya sederhana menjadi super rumit dan jadi cara beberapa kaum bangsawan menunjukkan dominasi dan kelas sosialnya.
Baca Juga: Sejarah Buku, Berawal dari Keinginan Manusia Purba Meninggalkan Jejak Kehidupan
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Danastri Putri |
Komentar