GridKids.id - Kids, apakah kamu tahu dengan istilah justice collaborator?
Yap, belakangan ini istilah hukum itu sedang menjadi sorotan dan banyak orang yang penasaran dengan arti dari istilah tersebut.
Lalu, apa itu justice collaborator?
Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum.
Hal ini bertujuan untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.
Tindak pidana yang dimaksud adalah korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan manusia, dan lainnya.
Apakah ada syarat untuk jadi justice collaborator?
Istilah ini ditemukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Surat edaran di atas menjadi dasar untuk memberi perlindungan hukum dan perlakuan khusus terhadap orang yang menemukan dan melaporkan penegak hukum yang menangani tindak pidana tersebut.
Baca Juga: Materi Sosiologi Kelas 7 Halaman 121: Apa Fungsi Lembaga Politik dan Hukum?
Tak hanya itu saja, aturan ini akan menjadi jaminan dalam upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk pengungkapan kasus tertentu.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut, seseorang dapat dikategorikan sebagai justice collaborator jika:
1. Adalah salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan, dan memberi keterangan sebagai saksi.
2. Keterangan dan bukti-bukti yang diberikan dinyatakan oleh Jaksa Penuntut Umum yang dapat membantu mengungkapkan kasus, ungkapkan pelaku-pelaku lain dan mengembalikan aset atau hasil dari tindak pidana tersebut.
Apa keuntungan menjadi justice collaborator?
Untuk menjalankan perannya, seorang saksi pelaku akan mendapat perlindungan yang sudah diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pasal 10 Ayat 1 UU tersebut berbunyi:
“Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.”
Dan Ayat 2 berbunyi, yaitu:
Baca Juga: Bela Negara: Pengertian, Konsep, Unsur, Landasan Hukum, dan Tujuan
“Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Karena perannya sebagai justice collaborator, saksi pelaku diberikan penanganan secara khusus utnuk proses pemeriksaan.
Menurut Pasal 10A UU Nomor 31 Tahun 2014, penanganan khusus yang akan diberikan berupa:
1. Adanya pemisahan tempat penahanan antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa atau narapidana yang diungkap tindak pidananya.
2. Pemisahan pemberkasan dalam proses penyidikan/penuntutan antara saksi pelaku dengan tersangka/terdakwa yang diungkapkannya.
3. Memberi kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
Saksi pelaku juga akan diberi penghargaan atas kesaksiannya yaitu keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, pemberian remisi tambahan dan hak narapidana lain sesuai peraturan yang berlaku.
-----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Heni Widiastuti |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar