GridKids.id - Kids, sebelumnya telah dibahas tentang Rumah Kaki Seribu yang merupakan rumah adat Suku Arfak dari Papua Barat.
Meski dinamai rumah kaki seribu, rumah yang dalam bahasa setempat disebut dengan Mod Aki Aksa atau Igkojei ini sebenarnya enggak benar-benar memiliki seribu tiang penyangga, lo.
Istilah itu dibuat untuk menunjukkan bahwa rumah adat berbentuk tradisional tersebut dibangun dengan banyak sekali tiang penyangga yang membuat rumah menjadi kokoh untuk ditinggali.
Rumah kaki seribu ini bisa ditemukan pada pemukiman 4 Suku Arfak yang bermukim di wilayah pegunungan Arfak, yaitu Suku Sough, Suku Hatam, Suku Moille, dan Suku Meyah.
Baca Juga: Unik dan Punya Fungsi Berbeda, Inilah 5 Jenis Rumah Adat Papua
Pelestarian Rumah Adat Suku Arfak telah menjadi perhatian pemerintah setempat, mengingat seiring perkembangan zaman keberadaan rumah adat ini semakin ditinggalkan oleh masyarakatnya.
Selanjutnya kamu akan diajak untuk mengetahui tentang seluk beluk rumah adat kaki seribu yang menjadi identitas Suku Arfak dari Papua Barat.
Yuk, Kids, ikuti uraian lebih lanjutnya berikut ini!
Filosofi
Rumah kaki seribu memiliki filosofi sebagai simbol dari kekompakkan orang-orang suku Arfak dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Dalam pembangunan rumah kaki seribu misalnya, menunjukkan adanya ikatan solid dan kesamaan visi untuk menciptakan rumah tinggal yang kokoh dan bisa dipergunakan untuk waktu yang lama.
Rumah adat ini enggak hanya berfungsi sebagai rumah tinggal bagi beberapa kepala keluarga anggota suku, namun juga sebagai tempat untuk melakukan ritual-ritual adat warisan leluhur.
Baca Juga: Rumah Kaki Seribu, Rumah Adat Suku Arfak dari Papua
Jumlah tiang yang sangat banyak dan terlihat rumit menunjukkan nilai-nilai warisan leluhur dari suku Arfak yang meyakini bahwa rumah adalah pengamanan bagi diri dan identitas pemiliknya.
Rumah yang tinggi adalah benteng untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat Arfak yang sudah diyakini sejak zaman leluhur hingga hari ini.
Proses Pembangunan Rumah Kaki Seribu
Pembangunan rumah kaki seribu biasanya mulai direncanakan karena sudah mulai ada penambahan anggota keluarga yang semakin banyak dalam satu rumah.
Pembangunan rumah baru diperlukan untuk mencukupi kebutuhan akan rumah tinggal atau tempat hunian untuk menampung penambahan anggota atau warga kampung baru yang berasal dari dalam atau luar kampung.
Misalnya, anggota baru yang muncul karena pernikahan atau kelahiran.
Baca Juga: Rumah Jew, Rumah Adat Papua yang Dihuni Suku Asmat
Rumah kaki seribu berbentuk rumah panggung yang menggunakan beragam bahan-bahan alami yang bisa di dapatkan di hutan, antara lain:
1. Tiang penyangga: Kayu yang dipergunakan untuk membangun rumah kaki seribu merupakan kayu khusus berkualitas baik dan kokoh seperti kayu bipeu, bimpas, bimem, bimpob, bindang, bitab, bewye, mbijia, mja, mbija, bikan, dan kayu-kayu lain yang diperlukan. Kayu-kayu ini memiliki ketahanan selama 5 tahun hingga 20 tahun.
2. Rotan kecil (dalam bahasa lokal disebut baba) yang dipergunakan untuk mengikat setiap kayu kerangka rumah seperti tiang rumah, dinding, hingga atap rumah.
3. Daun Pandan Hutan (dalam bahasa lokal disebut dengan cawa) dan daun rumbia yang bisa ditemukan di sekitar kampung, dipergunakan untuk bagian atap rumah.
Daun-daun tersebut diangkut dari hutan untuk dibersihkan dari duri sebelum dibawa ke lokasi pembangunan rumah.
Di sana, daunnya lalu diasapi terlebih dulu sebelum dianyam di atas tiang kayu yang nantinya akan dipasang menjadi atap rumah.
4. Kulit kayu dipergunakan sebagai dinding rumah kaki seribu.
Untuk membangun sebuah rumah kaki seribu dibutuhkan kurang lebih 20 hingga 30 tenaga pembantu, yang berperan dari mengurus bahan-bahan pembangunan rumah hingga proses pembangunannya.
Baca Juga: Rumah Pohon, Rumah Adat Suku Korowai dari Papua
Selain itu, peran kepala adat setelah proses pembangunan rumah selesai dilakukan juga enggak kalah penting yaitu sebagai pemimpin ritual pemberkatan rumah yang akan ditinggali anggota keluarga baru.
Ritual ini bermaksud agar rumah baru bisa menjadi tempat hunian yang nyaman dan membawa kebaikan bagi siapa pun yang menghuninya.
Keluarga yang akan menempati rumah baru akan menyediakan hewan kurban sesuai kemampuannya berupa babi atau ayam yang akan disembelih.
Darah dari hewan tersebut akan dipergunakan untuk menandai setiap sudut rumah sebagai tanda perlindungan.
Prosesi ritual akan diakhiri dengan pembersihan sampah-sampah bekas ritual yang tertinggal di sekitar areal rumah oleh para anggota keluarga perempuan.
Wacana Pelestarian Rumah Kaki Seribu
Terdapat wacana untuk melakukan pelestarian terhadap eksistensi rumah kaki seribu warisan leluhur suku Arfak.
Baca Juga: Mengenal Rumah Hunila, Rumah Adat dari Papua
Hal ini didorong oleh fakta bahwa semakin hilangnya rumah adat yang merupakan warisan leluhur suku Arfak ini.
Semakin berkembangnya zaman, rumah adat ini semakin ditinggalkan dan enggak lagi ditinggali oleh masyarakat Arfak.
Pemerintah berencana untuk mengembangkan potensi pariwasata berupa nilai-nilai budaya warisan suku Arfak sebagai daya tarik wisata.
Hal yang ingin ditonjolkan termasuk keberadaan rumah kaki seribu dan kesenian tari tumbu tanah.
Pengenalan nilai-nilai warisan leluhur sebagai daya tarik wisata ini diharapkan akan menjaga wujud dari penerapan nilai-nilai asli suku Arfak agar bisa dinikmati oleh para anak cucu kaum Arfak di masa depan.
Itulah tadi beberapa uraian tentang rumah kaki seribu, rumah adat suku Arfak yang tinggal di wilayah pegunungan Arfak, Papua Barat.
Baca Juga: Rumsram yaitu Rumah Adat Papua dari Suku Biak Numfor
Dari uraian di atas, kamu diajak untuk memahami nilai-nilai luhur suku Arfak yang pandai beradaptasi dengan alam dan memanfaatkan sumber daya alam untuk mendapatkan bahan alami untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Semoga rumah adat yang unik ini akan tetap lestari dan bisa dinikmati oleh generasi penerus suku Arfak di masa depan.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com,kids.grid.id,kebudayaan.kemdikbud.go.id |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Danastri Putri |
Komentar