Richter mengira kalau sejak pasien dirawat di rumah sakit dan kemungkinan besar menerima berbagai obat jadi penyebabnya.
Dr. Sonal Tuli, juru bicara klinis untuk American Academy of Ophthalmology dan ketua oftalmologi di University of Florida College of Medicine, di Gainesville pun setuju.
Dokter Tuli mengatakan kalau kasus pasien itu menarik, tapi masih menyisakan sejumlah pertanyaan.
Salah satunya adalah apakah virus yang ada di jaringan mata benar-benar menular.
Pasiennya adalah seorang wanita berusia 64 tahun yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 pada 31 Januari.
Delapan belas hari kemudian, gejalanya sudah sembuh total, dan usapan tenggorokan menunjukkan hasil negatif untuk SARS-CoV-2.
Sekitar seminggu kemudian, dia mengalami rasa sakit dan kehilangan penglihatan di satu mata, dan kemudian di mata yang lain beberapa hari kemudian.
Begitu juga dengan laporan dari Rumah Sakit Umum Komando Teater Pusat di Wuhan, Tiongkok.
Pasien kembali ke rumah sakit, di mana ia didiagnosis dengan glaukoma akut sudut tertutup dan katarak.
Obat gagal menurunkan tekanan matanya, jadi dokternya melakukan pembedahan dengan mengambil sampel jaringan dalam prosesnya.
Pengujian sampel tersebut menghasilkan bukti kalau virus corona atau SARS-CoV-2 sudah menyerang jaringan mata.
Meskipun enggak jelas bagaimana virus corona masuk ke mata pasien, para ahli sepakat kalau kasus tersebut menggarisbawahi pentingnya pelindung mata.
(Penulis: Bestari Kumala Dewi)
Baca Juga: Apa Itu Komorbid? Istilah yang Banyak Disebut di Masa Pandemi COVID-19
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids dan Album Donal Bebek. Tinggal klik di https://www.gridstore.id.
Source | : | KOMPAS.com |
Penulis | : | Danastri Putri |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar