Pembuatan Kapal Pinisi masih bisa ditemui di beberapa wilayah, seperti Tana Beru, Bira, dan Batu Licin di Kabupaten Balukumba, Sulawesi Selatan.
Kapal pinisi sebelumnya banyak digunakan oleh para pelaut Bugis, Konjo, dan Mandar. Pada 1906, para pelaut mulai membuat Kapal Pinisi modern dengan menerapkan gaya tali-temali Eropa.
Mereka menghilangkan tiang buritan di tengah kapal agar dapat melaju lebih cepat. Pada tahun 1980-an, masyarakat mulai menambahkan mesin pada kapal tersebut.
Cetak biru pembuatan kapal secara resmi dicatat pada tahun 1990-an. Seiring waktu, Kapal Pinisi semakin populer di kalangan masyarakat lokal dan dunia.
Saat ini, kapal tersebut menjadi pilihan utama untuk perjalanan memancing dan ekspedisi wisata.
Pembuatan Kapal
Pinisi membutuhkan waktu yang lama sampai bisa berlayar di lautan. Diberitakan Kompas.com (25/4/2020), ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan saat membuat kapal tersebut secara tradisional.
Pertama, para pelaut akan menentukan hari baik untuk mencari kayu. Biasanya pada hari ke-5 dan ke-7 di bulan yang sedang berjalan.
Angka 5 menyimbolkan naparilimai dalle'na yang berarti rezeki sudah ditangan. Sementara angka 7 menyimbolkan natujuangngi dalle'na yang berarti selalu mendapat rezeki.
Kayu yang akan digunakan membuat perahu adalah kayu besi, kayu bikti, kayu kandole atau punaga, dan kayu jati.
Saat menemukan pohon yang sesuai, para pelaut akan menebang, mengeringkan dan memotong kayunya.
Baca Juga: Mengenal Jenis-Jenis Kapal Pelayaran dan Fungsinya