Find Us On Social Media :

Gunung Everest Dianggap Berbahaya untuk Pendakian, Mengapa Begitu?

Pendakian Gunung Everest dianggap berbahaya bagi keselamatan pendaki.

GridKids.id - Bagi para pendaki profesional, Gunung Everest menjadi salah satu gunung impian yang ingin didaki.

Slot Gacor

Gunung Everest merupakan gunung tertinggi di dunia dengan keindahan alamnya yang luar biasa.

Tetapi, di balik keindahannya, pendakian gunung tertinggi di dunia ini bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Bahkan, pendakian Gunung Everest dianggap berbahaya bagi keselamatan pendaki karena di antaranya ada yang mengakibatkan kematian.

Lalu, kenapa Gunung Everest jadi tempat mendaki yang berbahaya?

Peneliti menyebut bahwa medan berbahaya di puncak tinggi dan ketinggian yang bisa merugikan tubuh manusia, sehingga Gunung Everest berbahaya untuk didaki.

Dalam hal ketinggian, Gunung Everest adalah gunung tertinggi di dunia, dengan ketinggian mencapai 8.848 meter.

Namun, gunung tertinggi yang sebenarnya adalah Mauna Kea yang terletak di Hawaii sekitar 10.205 m.

Ketinggiannya diukur dari dasar bawah air hingga puncaknya. Sebagian besar Mauna Kea ada di bawah air.

Setelah seseorang mencapai ketinggian di sekitar 2.440 meter, seseorang bisa mengalami penyakit ketinggan atau penyakit gunung akut.

Sementara itu, Gunung Everest yang ada di perbatasan Nepal dan Tibet memiliki ketinggian lebih dari 8.000 meter.

Baca Juga: Tinggi Menjulang, Benarkah Gunung Everest Dulunya Dasar Lautan? #AkuBacaAkuTahu

Dampak penyakit yang dialami di Gunung Everest

Ada beberapa gejala penyakit ketinggian bisa menyerang meliputi mual, sakit kepala, pusing, dan kelelahan.

Meski begitu, penyebab utama dari penyakit ketinggian ini adalah kekurangan oksigen.

Di Perkemahan Pangakalan Everest di Gletser Khumbu yang terletak di ketinggian 5.400 meter, kadar oksigen sekitar 50 persen dari kadar oksigen di permukaan laut.

Hal ini akan kembali turun menjadi sepertiga di puncak Everest.

Penurunan tekanan barometrik dan oksigen yang bisa kita dapatkan memiliki efek yang sangat merusak otak dan tubuh.

Menurut National Health Service (NHS), jika seseorang mengalami penyakit ketinggian ringan, mereka tidak boleh naik lebih tinggi lagi selama 24 hingga 48 jam.

Bila gejala awal enggak membaik dan makin memburuk, NHS menyarankan untuk turun 500 meter dari ketinggian awal.

Untuk itu, penting bagi kita memerhatikan faktor risiko berbahaya terhadap kesehatan saat melakukan pendakian.

Gunung Everest adalah gunung tertinggi di dunia. Jika seseorang ingin melakukan pendakian hingga ke puncak, ia akan mengalami penyakit ketinggian yang parah.

Baca Juga: Mencapai 8.000 Meter, Berikut 10 Daftar Gunung Tertinggi di Dunia

Kondisi ini adalah keadaan darurat medis yang memerlukan penanganan medis segera dan orang yang mengalaminya harus segera turun ke ketinggian yang rendah.

Sebab, penyakit ketinggian dapat menyebabkan edema paru atau selebral yang merupakan penumpukan cairan di paru-paru dan otak.

Gejala tersebut sering terjadi secara bersamaan dan menjadi upaya tubuh untuk mendapatkan lebih banyak oksigen ke organ-organ vital sebagai respons terhadap minimnya oksigen.

Penumpukan cairan di otak bisa mengakibatkan hilangnya koordinasi dan masalah dengan proses berpikir, bahkan dapat menyebabkan koma hingga kematian.

Akhirnya dapat menyebabkan kematian melalui proses yang mirip dengan tenggelam.

Untuk itu, cara yang paling aman untuk mendaki Gunung Everest adalah mencapai puncak di waktu tertentu agar turun bisa memiliki sisa oksigen.

-----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.