Find Us On Social Media :

Sebelum Berlangsung, Ketahui 6 Fakta Jika Sekolah Tatap Muka Dilaksanakan pada Januari 2021

Ilustrasi masuk sekolah

GridKids.id - Virus corona COVID-19 masih menyebar di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Sejak virus ini masuk di Indonesia, proses pembelajaran dilakukan di rumah dengan daring atau online.

Namun pada Jumat (20/11/2020), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengumumkan diperbolehkannya kegiatan belajar tatap muka di sekolah.

Hal ini disampaikan oleh Nadiem Makarim dalam konferensi pers secara daring.

Kebijakan sekolah tatap muka tersebut mulai berlaku pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau mulai Januari tahun depan.

Namun, meski sudah diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka, orang tua tetap jadi pemegang keputusan terakhir.

Kalau orang tua enggak berkenan, anak diperbolehkan tetap melakukan BDR (Belajar dari Rumah).

Kebijakan pendidikan di masa pandemi ini memang masih mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.

Nah, inilah 6 fakta yang harus disadari kalau sekolah tatap muka dibuka di masa pandemi:

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Diperbolehkan untuk Semester Depan, Nadiem Makarim Minta Sekolah Persiapkan Hal Ini

1. Sekolah daring bantu melandaikan kurva

Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan kalau sektor pendidikan ini mempunyai peran penting untuk berkontribusi dalam mengendalikan pandemi dengan melandaikan kurva.

Berdasarkan riset dan studi epidemiologi dari berbagai pandemi termasuk pandemi COVID-19, peran sekolah itu akan berkontribusi signifikan dalam melandaikan kurva.

Ini yang jelas terbukti, karena saat ini dengan adanya penutupan sekolah, kasus yang terjadi juga enggak secepat kalau sekolah-sekolah dibuka.

2. Perlu strategi nasional

Epidemiolog tersebut mengingatkan kalau pengendalian pandemi COVID-19 ini bukanlah persoalan sederhana yang bisa diatasi sendiri-sendiri oleh masing-masing sektor atau daerah.

Sebab, pandemi COVID-19 adalah bencana nasional yang juga ada peran besar pemerintah pusat di setiap sektor untuk membantu pemerintah daerah untuk memfasilitasi karena kita tahu ada kesenjangan besar mulai dari SDM kualitas perencanaan.

"Apalagi ini wabah, jangankan daerah pemerintah pusat juga tidak banyak yang tahu bagaimana mengatasi wabah ini. Ini yang harus dipahami dahulu," ucapnya.

Baca Juga: Ibunya Tak Mampu Bayar Internet, Anak Ini Terpaksa Datang Sendirian ke Sekolah yang Tutup Demi WiFi Gratis

3. Kriteria pelonggaran sekolah belum terpenuhi

Dari sisi kondisi dan data epidemiologi saat ini, serta dari kriteria pelonggaran dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kriteria pembukaan sekolah ini belum terpenuhi.

Saat ini, pelonggaran belum bisa dilakukan karena test positivity rate yang belum di bawah 5 persen, dan angka kasus hariannya belum menurun dalam dua minggu secara berturut-turut.

Sementara, angka kasus harian yang menurun dalam dua minggu berturut-turut itu terhitung sejak angka positivity rate sudah di bawah 5 persen.

4. Bukan dalam situasi ideal

Saat ini, anak-anak memang mendapatkan dampak buruk akibat efek samping saat belajar terlalu lama di rumah.

Hal itu juga ditunjukkan melalui riset, dan idealnya pendidikan dilakukan secara tatap muka langsung.

Namun harus dipahami kalau kita bukan dalam situasi ideal, juga bukan dalam situasi normal.

Baca Juga: PSBB Transisi Jakarta Dimulai, Ini Aturan untuk Sekolah

5. Penutupan sekolah bentuk science of crisis

Dituturkan Bapak Dicky, situasi enggak normal ini harus direspons dengan science of crisis atau kepekaan terhadap krisis.

Artinya penutupan sekolah ini merupakan bentuk respon terhadap situasi krisis, jadi kalau memang ingin sekolah segera dibuka, yang dilakukan adalah upaya percepatan pembukaan.

Kita perlu mengoptimalkan, strategi 3T (testing, tracing, treatment).

3T adalah testing (pemeriksaan dini), tracing (pelacakan) dan treatment (perawatan).

Sedangkan 3M adalah memakai masker, menjaga jarak aman minimal 1 meter dan mencuci tangan.

Namun, yang terjadi saat ini testing kurang dan enggak seimbang dengan populasi yang ada.

6. Momentum kurang tepat

Bapak Dicky mengatakan, sekolah tatap muka di bulan Januari mendatang momentumnya kurang tepat.

Hal ini dikarenakan, pada Desember mendatang banyak sekali kegiatan yang memicu keramaain dan berpotensi terhadap peningkatan kasus transmisi yang bisa terjadi.

Ia menyebutkan, salah satunya seperti pemilihan kepala daerah, kemungkinan demonstrasi ataupun reuni misalnya, serta libur panjang.

"Kalau ada pembukaan sekolah, ya semua ini akan saling bersinergi saling memperburuk kondisi pengendalian, sehingga momentunya tidak tepat," tegasnya.

(Penulis: Ellyvon Pranita)

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Diperbolehkan untuk Semester Depan, Nadiem Makarim Minta Sekolah Persiapkan Hal Ini

-----

Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan pengetahuan seru, langsung saja berlangganan majalah Bobo dan Mombi SD. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id.