Looking Self Glass
Sebagai tahap eksternalisasi, informasi terkait virus corona menurut Pak Drajat sangat massif di Indonesia.
Namun, ketika masuk ke dalam tahap objektifasi, banyak orang enggak mengalami atau melihat secara langsung infeksi virus corona di lingkungannya.
Karena itu, realitas yang ditangkap oleh masyarakat cuma bersifat konseptual.
"Pengalaman untuk mengalami sebuah masalah ini, tidak secara luas dialami oleh masyarakat. Ini realitas yang sifatnya bagi masyarakat selalu konseptual, tidak pernah riil. Apalagi banyak orang yang belum mengalaminya," jelanya.
"Jadi ada gap antara informasi yang dikonstruksi dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari yang tidak seganas itu. Ini yang menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat," tambahnya.
Pak Drajat menjelaskan, salah satu karakter manusia adalah looking self glass, yaitu bertindak atas dasar proyeksi diri dengan orang lain.
Untuk memutuskan sikap dan langkah apa yang harus dilakukan, manusia biasanya melihat lingkungan sekitarnya.
Dalam kasus virus corona ini, banyak orang mungkin melihat lingkungannya bebas dari infeksi COVID-19 dan mobilitas masih terjadi.
"Maka sebenarnya informasi yang begitu besar dari ganasnya penularan corona itu bagi mereka tidak berarti karena dianggap bombastis," papar dia.
Baca Juga: Waspada Hoaks! 6 Anggapan tentang COVID-19 yang Banyak Dipercaya Ini Ternyata Cuma Mitos