GridKids.id - Halo, Kids, kembali di artikel Belajar dari Rumah (BDR) materi Sejarah Kelas XI SMA bersama GridKids, nih.
Di artikel sebelumnya kamu sudah belajar bersama tentang kongres-kongres yang menghimpun ide dan pikiran kaum pemuda juga kaum perempuan di Hindia Belanda.
Kali ini kamu akan melanjutkan pembahasan tentang pers dan sastra pembawa kemajuan di era perjuangan meraih kemerdekaan Hindia Belanda.
Kadang ada pandangan tertentu tentang suatu kaum yang membuat banyak orang berpikir bahwa mewujudkan sesuatu adalah hal yang mustahil.
Sebuah stigma dari kaum-kaum perempuan yang kritis dan punya pandangan sendiri mulai patah perlahan ketika di awal abad-20 terbit Soenting Melajoe.
Surat kabar yang satu ini adalah surat kabar pertama yang diterbitkan oleh perempuan.
Redakturnya adalah Ibu Ruhana Kuddus, sekaligus wartawati perempuan pertama di Indonesia.
Meski semasa hidupnya, Ibu Ruhana enggak pernah bersekolah secara formal, tulisan-tulisan yang dibuatnya bisa membangkitkan semangat para pemuda untuk melakukan pergerakan.
Sebelum Soenting Melayoe terbit, telah lebih dulu terbit Poetri Hindia di Batavia pada 1908.
Pendirinya adalah bapak Tirto Adhi Soerjo, namun hanya bisa bertahan selama 3 tahun saja seiring mulai naiknya popularitas Soenting Melajoe.
Selanjutnya kamu akan diajak melihat seperti apa sosok Bapak Tirto Adhi Soerjo dan kiprahnya di dunia jurnalistik, Kids. Yuk, simak sama-sama di bawah ini.
Baca Juga: Pengertian Pers dan Ciri-cirinya Sebagai Media Informasi Publik
Source | : | Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar