GridKids.id - Demokrasi parlementer atau sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang lembaga eksekutif bekerja dan bertanggung jawab langsung pada parlemen.
Pada sistem demokrasi ini, lembaga parlemen pun ya peranan penting dalam penyelenggaran pemerintahan sebuah negara.
Tak hanya itu, lembaga parlemen juga memegang kekuasaan tertinggi dan punya hak dan kewenangan yang besar untuk mengawasi kebijakan dan jalannya program kerja yang dilaksanakan oleh pejabat lembaga eksekutif.
Demokrasi parlementer juga memberi kewenangan pada parlemen untuk mengangkat dan memberhentikan perdana menteri lewat mosi tidak percaya.
Pada masa sistem pemerintahan parlementer enggak ada kejelasan tentang pemisahan kekuasaan antara cabang lembaga eksekutif dan lembaga legislatif.
Pada masa demokrasi parlementer jabatan presiden adalah sebagai kepala negara, bukannya kepala pemerintahan, karena pemerintahan dijalankan di bawah kuasa Perdana Menteri.
Selain itu, lembaga eksekutif punya tanggung jawab pada lembaga legislatif atau parlemen yang menentukan nasib dan panjang kekuasaan pejabat yang berkuasa.
Sistem demokrasi parlementer berlangsung selama kurang lebih 9 tahun dan resmi berganti menjadi demokrasi terpimpin setelah Presiden Soekarno mengumumkan dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Lalu, apakah penyebab jalannya demokrasi parlementer mengalami kegagalan dan enggak cocok dijalankan di Indonesia?
Baca Juga: 6 Macam Sistem Demokrasi yang Diterapkan di Pemerintahan Seluruh Dunia
Penyebab Kegagalan Demokrasi Parlementer
1. Konsepsi Gotong Royong
Konsepsi ini bertujuan untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI).
Konsepsi presiden membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.
Konsepsi ini memeroleh tantangan yang kuat dari sejumlah partai politik utamanya dari Masyumi dan PSI.
Kedua partai politik ini melihat bahwa pembentukan Dewan Nasional adalah pelanggaran yang sangat mendasar terhadap konstitusi.
2. Kegagalan Konstituante Merumuskan Ideologi Nasional
Kegagalan konstituante dalam perumusan ideologi nasional menimbulkan pembentukan kubu-kubu politik dengan pandangan kelompoknya sendiri.
Misalnya ada kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideologi negara, sedangkan kelompok yang menginginkan Pancasila sebagai ideologi negara.
Ketika voting atau pengambilan suara dilakukan enggak pernah bisa tercapai kesepakatan yang diharapkan semua pihak.
3. Dominasi Politik Aliran
Baca Juga: Orde Lama: 7 Nama Kabinet yang Menjabat Pada Masa Demokrasi Parlementer
Adanya dominasi politik aliran di Indonesia waktu itu menyebabkan konsekuensi pada situasi politik yang penuh konflik,
Konflik ini cenderung akan terus meluas ke berbagai wilayah yang pada akhirnya membawa dampak negatif pada stabilitas politik pemerintahan pada era itu.
4. Basis Sosial Ekonomi yang Masih Sangat Lemah
Struktur sosial yang terjadi begitu tegas membedakan kedudukan masyarakat secara langsung enggak mendukung berlangsungnya demokrasi.
Hal ini mengganggu stabilitas pemerintahan yang mudah dijatuhkan bahkan sebelum masa jabatannya selesai.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Gramedia.com |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar