GridKids.id - Kids, pada artikel GridKids sebelumnya kamu sudah diajak mengenal tentang demokrasi liberal dan ciri-cirinya.
Sekarang kita akan membahas kondisi politik masa penerapan sistem demokrasi liberal di Indonesia.
Untuk membantumu mengingat kembali pembahasan sebelumnya, demokrasi liberal adalah sistem politik yang menganut kebebasan individu.
Secara konstitusional, ini bisa diartikan sebagai hak-hak individu disamping keberadaan kekuasaan pemerintah.
Tujuan dari penerapan demokrasi liberal adalah untuk memberikan rasa keadilan hukum yang sama.
Selain itu, demokrasi liberal juga menjamin pembagian kekayaan yang lebih merata dan menghilang perbedaaan strata sosial masyarakat atau suatu doktrinasi yang mengajarkan paham kenegaraan juga ekonomi.
Ketika Indonesia memberlakukan konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), Indonesia dibagi menjadi beberapa negara bagian.
Sistem pemerintahan masa RIS adalah demokrasi Parlementer, dengan kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri (PM) sedangkan Presiden menjadi kepala negara.
Bentuk negara serikat ditolak mayoritas penduduk Indonesia sehingga pada 17 Agustus 1950, Presiden Soekarno menyatakan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
Dilansir dari sumber. belajar. kemdikbud.go.id, berikut adalah beberapa situasi politik yang terjadi pada masa demokrasi liberal pada 1950-1959, di antaranya:
Kondisi Politik Masa Demokrasi Liberal di Indonesia (1950-1959)
Baca Juga: Nama-Nama Presiden Indonesia dan Wakilnya, Serta Nama Kabinetnya
1. Pergantian Kabinet yang Begitu Cepat
Masa demokrasi liberal di Indonesia memungkinkan berjalannya sistem multi partai sehingga muncul berbagai persaingan dari beda golongan.
Masing-masing partai hanya ingin mendukung kemenangan kelompoknya, hal ini menimbulkan ketidakstabilan politik Indonesia.
Ketidakstabilan politik dibuktikan dengan jatuh bangunnya kabinet pada masa penerapan demokrasi liberal ini di Indonesia.
Berikut adalah beberapa nama kabinet yang berumur pendek pada masa demokrasi liberal di Indonesia, seperti: Kabinet Natsir, Kabinet Sukiman, Kabinet Wilopo, Kabinet Ali Sastromijoyo I, Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamijoyo II, dan Kabinet Juanda.
2. Hubungan Pusat dan Daerah
Pergantian kabinet yang terjadi dalam relatif singkat menimbulkan rasa ketidakpuasan pada pemerintahan daerah.
Pemerintahan pusat tak sempat memerhatikan nasib daerah yang juga masih dalam proses pembangunan yang belum stabil pasca Indonesia memeroleh kemerdekaan.
Kondisi ketidakpuasan daerah pada pemerintah pusat ini bisa menimbulkan gerakan separatisme atau pemisahan diri.
3. Pemilu pertama kali pada 1955
Pemilihan Umum sudah direncanakan oleh pemerintah namun enggak bisa segera diwujudkan.
Usia kabinet yang relatif berlangsung singkat, membuat segala persiapan-persiapan intensif untuk mewujudkan pemilu terlaksana.
Baca Juga: Fungsi dan Macam-Macam Jenis Demokrasi di Indonesia, Pkn Kelas 10
Pemilu pertama berhasil dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap sebanyak dua kali, yaitu pada 29 september 1955 (pemilihan DPR dan anggota parlemen) dan 15 Desember 1955 (pemilihan anggota dewan Konstituante, pembentuk UUD).
Empat partai yang muncul sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
4. Kemacetan Konstituante
Pemilu tahap kedua pada 15 Desember 1955 membentuk Dewan Konstituante yang bertugas menyusun UUD.
Namun selama 1956-1959, Dewan Konstituante enggak berhasil merumuskan UUD sehingga menimbulkan kekecewaan masyarakat.
Pada 22 April 1959, Presiden Soekarno berpidato di hadapan sidang konstituante dan menganjurkan agar UUD 1945 ditetapkan sebagai UUD Republik Indonesia.
Konstituante mengalami kemacetan dalam proses pengambilan suara untuk penetapan UUD 1945, bahkan pada 3 Juni 1959 dewan konstituante menyatakan reses yang ternyata berujung pembubaran dewan.
5. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Kegiatan politik di Indonesia dilarang sejak 3 Juni 1959 karena dikhawatirkan bisa membahayakan keberlangsungan negara.
Kehidupan politik di Indonesia makin buruk dan mengancam persatuan juga kesatuan bangsa, ditambah dengan makin banyak terjadi pemberontakan dan perebutan kekuasaan.
Presiden Soekarno dan TNI mengambil langkah untuk mengumumkan dekrit presiden 5 Juli 1959 yang berisikan: (1) pembubaran konstituante, (2) pemberlakuan UUD 1945, (3) akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | kemdikbud.go.id |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar