GridKids.id - Kondisi persebaran varian Omicron di Indonesia semakin meningkat dalam kurun waktu 1 bulan (30 hari).
Angka kasus positif Omicron di Indonesia hingga senin (17/1/2022) sudah menyentuh angka 840 kasus.
609 kasus berasal dari Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN), 172 kasus transmisi lokal, dan 57 kasus yang masih diteliti sumbernya.
Kondisi ini ditanggapi oleh bapak Dicky Budiman, Epidemiolog Griffith University Australia, yang menyatakan bahwa varian Omicron sudah menyebar dan enggak terkendali di berbagai negara termasuk di Indonesia.
Bapak Dicky mengingatkan pentingnya pemberlakuan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment).
Hal ini berkaitan dengan kondisi berbagai negara yang diketahui sudah melakukan berbagai upaya antisipasi Omicron, kini sedang bergelut dengan penyebaran virus yang sulit dikendalikan.
Jika sebuah negara sudah gagal melakukan pendeteksian dan penjagaan ketat pada jalur keluar masuk dari luar negeri maka akan menjadi penyebab penyebaran virus ke tengah masyarakat menjadi melonjak.
Hal ini bisa dilihat dari pernyataan pemerintah bahwa ada penambahan 1054 kasus baru pada Sabtu (15/1/2022).
Angka tersebut adalah penambahan kasus tertinggi setelah tiga bulan terakhir kasus COVID-19 di Indonesia mencapai titik terendahnya.
Baca Juga: Larangan Masuk 14 Negara Resmi Dicabut, Begini Respon Epidemiolog
Pasien Omicron Mayoritas Tak Menunjukkan Gejala
Dilansir dari kompas.com, Bapak Dicky menyinggung bahwa 90% orang yang terinfeksi varian Omicron enggak menunjukkan gejala apapun.
Hal ini disebabkan sebagian besar orang sudah memiliki imunitas dari vaksinasi, pernah terinfeksi COVID-19, atau sudah pernah terinfeksi lalu mendapatkan vaksinasi.
Kondisi ini dianggap tetap memiliki risiko, karena jika seseorang enggak menunjukkan gejala apapun maka orang tersebut akan bebas beraktivitas seperti biasa.
Bahayanya akan berdampak pada orang-orang yang rawan terpapar varian COVID-19 seperti para lansia, ibu hamil, dan anak-anak yang belum mendapatkan vaksinasi.
Selain peningkatan jumlah kasus positif, salah satu hal yang turut menjadi dikhawatirkan oleh Bapak Dicky adalah risiko tumbangnya fasilitas kesehatan dan kekurangan sumber daya manusia untuk melakukan pelayanan kesehatan publik.
Kondisi ini bisa diikuti oleh kemungkinan terjadinya kolaps pada berbagai bidang kehidupan, menyebabkan krisis stok makanan, kesulitan testing karena tenaga kesehatan banyak yang terpapar virus dan perlu waktu proses pemulihan.
Baca Juga: Prediksi Epidemiolog: Indonesia Akan Hadapi Gelombang Ketiga Pandemi Pada Februari-Maret 2022
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar