GridKids.id - Kids, apakah sudah memeluk ibumu hari ini?
Jika pada hari-hari biasanya kamu enggak selalu bisa dan malu-malu melakukannya, hari ini kamu bisa memeluk ibu dengan lebih erat sambil bilang "Selamat Hari Ibu, bu".
Ibu pasti akan balas memelukmu lebih erat, sambil mengusap pucuk kepalamu dan bilang terima kasih.
Ibu adalah sosok yang enggak pernah menunggumu bilang terima kasih atas apa yang sudah diberikannya padamu.
Baca Juga: Perayaan Hari Ibu di Negara-negara Ini Ternyata Beda dengan Indonesia
Ibu adalah sosok yang hanya akan selalu menghabiskan waktunya berdoa dan berusaha agar kamu dapat semua yang terbaik di dunia.
Rasanya enggak lengkap, kalau bicara hari ibu tanpa membahas sejarah awal tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari ibu nasional. Yuk, simak uraian lengkapnya berikut ini.
Kongres Perempuan Indonesia I
Peringatan hari ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember berkaitan dengan penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia pertama yang pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Namun, penetapan tanggal peringatan hari ibu nasional baru dilakukan pada Kongres Perempuan Indonesia ke ketiga yang diselenggarakan pada 23-28 Juli 1938 di Bandung.
Ketika kongres ini diselenggarakan, suasana politik Hindia Belanda masih mencekam.
Kebebasan berpendapat dan berkelompok masih di bawah bayang-bayang pemerintah kolonial Belanda yang banyak melakukan resistensi atau larangan.
Baca Juga: Perkembangan Masyarakat Jawa pada Masa Kolonial, IPS Kelas VII SMP
Kongres tersebut digagas oleh tiga tokoh perempuan, yaitu Nyi Hadjar Dewantara (Taman Siswa), Sujatin Kartowijono (Poetri Indonesia), dan Ny. Soekonto (Wanita Oetomo).
Dalam Kongres Perempuan Indonesia itu, ada beberapa organisasi perempuan yang ikut serta di antaranya Aisyah, Poetri Indonesia, Wanita Moeljo, Wanita Oetomo, Wanita Katolik, dan bagian perempuan dalam Sarekat Islam, Jong Islamieten Bond, dan Wanita Taman Siswa.
Momentum Perjuangan Kaum Perempuan
Momentum sumpah pemuda pada 28 oktober 1928 telah menginspirasi pergerakan kaum perempuan untuk memperjuangkan hak dan persatuan nasional di antara kaumnya.
Dalam kongres perempuan pertama di Yogyakarta, banyak permasalahan yang dibahas bersama, mulai dari pendidikan hingga upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan martabat kaum perempuan.
Pada era 1920-an, kehidupan perempuan Indonesia terpaku pada beberapa permasalahan rumit seperti tingkat pendidikan rendah.
Hal ini tentu berpengaruh pada psikologis dan mental para perempuan yang masih sangat muda.
Baca Juga: Bikin Hadiah Anti Mainstream Ini Untuk Hari Ibu, Dijamin Ibumu Suka!
Kongres perempuan pertama menghasilkan beberapa resolusi dan mendorong terbentuknya Perikatan Perkumpulan Perempoean Indonesia (PPPI) yang bertujuan untuk mewujudkan persatuan berikut perjuangan hak dan martabat perempuan.
Penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia II pada 20-24 Juli 1935 di Jakarta membentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf).
Pada kesempatan itu, kongres juga menentang perlakuan terhadap buruh perempuan yang bekerja di perusahaan Batik di Lasem, Rembang, Jawa Tengah.
Penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia III pada 23-28 Juli 1938 di Bandung, menghasilkan keputusan kongres untuk penetapan Hari Ibu pada 22 Desember.
22 Desember resmi ditetapkan sebagai perayaan nasional melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 oleh Presiden Soekarno.
Perjalanan sejarah perempuan Indonesia untuk memperjuangkan haknya bukanlah sesuatu yang mudah dan singkat.
Baca Juga: Mengenal Tokoh di Balik Sumpah Pemuda yang Diperingati 28 Oktober
Sosok seorang ibu adalah pondasi yang kuat bagi keluarganya dan enggak setiap hari kita bisa mengungkapkan rasa sayang dan hormat kita kepada mereka.
Momentum ini bisa kamu jadikan celah untuk bisa mengungkapkan seberapa penting keberadaan mereka dalam hidupmu. Sayangi Ibu banyak-banyak, ya, Kids.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com,Kontan.co.id |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar