Peneliti masih belum bisa memastikannya. Namun yang jelas, tinnitus yang dikembangkan akibat COVID-19 bisa berkembang jadi long COVID.
"Temuan penelitian ini menyoroti kompleksitas yang terkait dengan pengalaman tinnitus dan bagaimana kedua faktor internal, seperti peningkatan kecemasan dan perasaan kesepian, serta faktor eksternal, seperti perubahan rutinitas dapat memiliki efek yang signifikan," jelas Dr Eldre Beukes, penulis utama studi dari ARU.
Dr Beukes menambahkan adanya beberapa perubahan yang ditimbulkan oleh COVID-19 yang tampaknya berdampak negatif pada kehidupan orang dengan gangguan telinga tersebut.
David Stockdale, kepala eksekutif British Tinnitus Association dan salah satu penulis studi ini mengatakan dengan adanya gelombang kedua COVID-19 dan lockdown, kemungkinan bisa meningkatkan stres dan isolasi.
"Pengobatan tinnitus yang buruk di tahap awal seringkali menyebabkan kasus yang jauh lebih buruk dan tinnitus yang parah dapat berdampak besar pada kesehatan mental," jelas Stockdale.
Oleh sebab itu, saat gelombang kedua COVID-19 berlangsung, sistem perawatan kesehatan perlu memastikan kalau siapa pun yang mengembangkan tinnitus atau kondisinya semakin buruk, mereka bisa mengakses dukungan perawatan kesehatan profesional secepat mungkin.
Terlepas dari tinnitus yang bisa semakin memburuk akibat COVID-19, dan sudah terbukti sangat sulit untuk diobati, tapi sejumlah perkembangan baru yang menjanjikan bisa membuka jalan untuk pengobatan yang lebih efektif terhadap gangguan pendengaran ini.
(Penulis: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)
Baca Juga: Apa Itu Long COVID? Ternyata Fenomena Ini Sudah Ada Sejak Awal Pandemi
-----
Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan pengetahuan seru, langsung saja berlangganan majalah Bobo dan Mombi SD. Tinggal klik di https://www.gridstore.id.
Source | : | KOMPAS.com |
Penulis | : | Danastri Putri |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar