Diketahui pada saat itu Kaum Adat dalam kesehariannya waktu itu dekat dengan kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti judi, sabung ayam, minuman keras, tembakau, serta penggunaan hukum matriarkat untuk pembagian warisan.
Padahal sebelumnya Kaum Adat sudah sepakat meninggalkan kebiasaan-kebiasaan tersebut, namun nyatanya mereka masih tetap menjalankannnya.
Jelas hal tersebut membuat Kaum Padri marah dan beberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak.
Nah, dari situlah Perang Padri kemudian muncul sebagai perang saudara dan melibatkan Suku Minang dan Mandailing.
Pada masa perang tersebut, Kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan sementara kaum Adat dipimpin Sultan Arifin Muningsyah.
Kronologi Perang Padri
Puncak perang saudara ini terjadi pada tahun 1815. Pada saat itu Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung sehingga pecah peperangan di Koto Tangah.
Karena serangan ini, Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan, dan Kaum Padri berhasil menekan Kaum Adat.Dalam melakukan perlawanan terhadap Kaum Adat, Kaum Padri dibantu tentara Belanda.
Tuanku Imam Bonjol membuat strategi perang gerilya sehingga berhasil mengacaukan pasukan Belanda.
Karena kewalahan, Belanda meminta untuk berunding dan melakukan gencatan senjata pada tahun 1825.
Baca Juga: Sejarah Perang Padri pada Masa Penjajahan Hindia Belanda di Indonesia
Pada saat terjadi gencatan senjata, pasukan Belanda dikirim ke Jawa untuk membantu menghadapi Perang Jawa atau Perang Diponegoro.