Find Us On Social Media :

Apa yang Terjadi Jika Manusia Terlalu Lama Berada di Ruang Angkasa?

Astronaut yang menjalankan misi luar angkasa akan merasakan dampak atau efek samping, apa yang terjadi pada mereka?

GridKids.id - Kids, kamu sudah belajar bersama GridKids tentang serba-serbi kehidupan astronot dan misi ruang angkasanya.

Nah, kali ini kamu akan diajak kembali membahas serba-serbi kehidupan dan dampak penjelajahan ruang angkasa bagi para astronot atau antariksawan.

Penjelajahan atau misi ruang angkasa yang dilakukan demi kepentingan ilmu pengetahuan adalah salah satu media yang terus dikembangkan manusia dari waktu ke waktu.

Hingga saat ini tercatat durasi penjelajahan ruang angkasa paling lama adalah 437 hari oleh kosmonot Valeri Polyakov.

Sebelumnya kosmonot Valeri Polyakov melakukan penjelajahan pertama selama 240 hari dengan total enam kali penerbangan yang menghabiskan waktu selama 803 hari di ruang angkasa.

Meski bisa menghabiskan ratusan hari di ruang angkasa, manusia enggak berevolusi untuk bisa tinggal dan beradaptasi di sana.

Tentu ruang hampa udara dan nol gravitasi membuat manusia enggak bisa beraktivitas seperti biasanya, hal itu cukup merepotkan untuk dilakukan.

Manusia bertumbuh di lingkungan yang melatihnya untuk bisa menjalani banyak aktivitas yang berkaitan dengan gravitasi.

Ketika segala hal mudah dilakukan di planet Bumi, tiap gerak-gerik yang dilakukan di ruang angkasa menjadi berkali lipat lebih lamban hingga rumit.

Jika bukan demi perkembangan ilmu pengetahuan mungkin misi ke ruang angkasa enggak akan jadi opsi mendesak mengingat untuk menyesuaikan diri perlu banyak sekali percobaan yang enggak mudah.

Lalu, apakah yang akan terjadi jika manusia terlalu lama berada di ruang angkasa?

Baca Juga: 13 Hal Sederhana yang Tak Boleh Dilakukan Astronaut di Ruang Angkasa

Inilah yang Terjadi Jika Manusia Terlalu Lama Berada di Ruang Angkasa

Manusia dirancang untuk melalui waktu yang sangat lama untuk berevolusi, menyesuaikan diri dengan tekanan gravitasi yang ada di Bumi.

Otot-otot kita secara alami terus bekerja melawan gravitasi Bumi.

Namun hal ini berbeda ceritanya ketika kita berada di ruang angkasa.

Kondisi inilah yang membuat otot-otot kita jadi mengalami atrofi, termasuk otot jantung, otot leher, hingga otot betis yang ikut menyusut.

Ketika tulang enggak mengalami beban yang biasanya dialami ketika berada di Bumi, maka jaringan tulang akan diserap dan enggak dibangunkan kembali.

Tulang yang diserap ini bisa memicu munculnya batu ginjal dan tulang akan berubah melemah dan jadi jauh lebih rapuh.

Dilansir dari laman infoastronomy.org, semakin lama berada di ruang angkasa maka akan terjadi disregulasi sistem imunitas tubuh.

Selain itu, minimnya risiko paparan patogen juga berdampak pada kekebalan tubuh yang bisa memicu hipersensitivitas dan autoimun.

Kekebalan tubuh yang rusak mungkin belum apa-apa, karena masih ada risiko besar manusia mengalami radiasi selama berada di ruang angkasa.

Ketika berada di Bumi, tubuh manusia aman dari paparan radiasi karena adanya atmosfer Bumi.

Baca Juga: Apa Saja yang Dilakukan Para Astronaut dalam Misinya ke Ruang Angkasa?

Namun, para astronot yang melakukan misi dan penjelajahan ruang angkasa rawan terkena radiasi kosmik, radiasi matahari dan partikel kosmiknya, hingga radiasi geomagnetikal tanpa adanya perlindungan lapisan atmosfer.

Paparan radiasi itu bisa menyebabkan kematian dan mutasi sel yang meningkatkan risiko kanker dan efek epigenetik yang rawan menyerang imunitas, tulang, juga mata manusia.

 ----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.