Akurasi Tinggi tapi Masih Ada Margin Kesalahan.
Hasilnya sangat menjanjikan.
“Modelnya mencapai sensitivitas 98,4 persen pada responden yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 dalam tes resmi“, demikian tulis para peneliti yang dirilis dalam IEEE Open Journal of Engineering in Medicine and Biology.
Disebutkan, ketepatan diagnosa dalam kelompok responden mencapai 94,2 persen. Artinya, setiap responden ke-20 mendapat hasil positif yang keliru.
“Pada responden yang tidak menunjukkan gejala covid-19 atau asimptomatik, sensitivitas mencapai 100 persen dengan ketepatan 83,2 persen. Artinya, setiap kasus COVID-19 yang tidak terlacak, didiagnosa dengan tepat. Tapi sekitar 20 persen responden mendapat diagnosa keliru," ungkap laporan itu.
Para peneliti mengakui, ketepatan diagnosa masih harus diperbaiki, agar aplikasi semacam itu bisa digunakan dalam terapan praktis.
Hal ini karena kalau aplikasi smartphone semacam itu dirilis, akan sangat banyak orang memanfaatkannya sebagai alat tes harian.
Angka ketepatan diagnosa kemungkinan bisa terus diperbaiki, kalau semakin banyak data dianalisa oleh komputer, dan secara masinal kecerdasan buatan makin akurat mengenali biomarker batuk.