Find Us On Social Media :

Meski Rentan Terinfeksi, Lansia yang Sembuh dari Covid-19 Punya Antibodi Lebih Tinggi dibanding Anak Muda

Lansia yang Sembuh Virus Corona Covid-19 Punya Antibodi Lebih Tinggi dari Anak Muda

GridKids.id - Virus corona Covid-19 masih membuat resah masyarakat.

Bukan cuma di Indonesia, tapi hampir di semua belahan dunia.

Karena merupakan virus baru, masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang Covid-19.

Oleh karena itu, para peneliti dan ahli masih terus melakukan penelitian terhadap virus ini.

Para peneliti di Shanghai, Tiongkok melakukan penelitian terhadap terbentuknya antibodi pada pasien-pasien virus corona Covid-19 yang sudah pulih.

Penelitian tersebut dilakukan oleh tim dari Universitas Fudan, Shanghai yang menganalisis 175 pasien yang sudah keluar dari Pusat Kesehatan Masyarakat Shanghai.

Melansir dari SCMP, hasil penelitian itu menunjukkan pasien yang pulih punya tingkat antibodi virus corona yang berbeda-beda.

Para pasien yang sembuh terlihat sudah punya antibodi, tapi sepertiganya punya kadar antibodi yang rendah.

Dalam beberapa kasus, hal ini bahkan enggak bisa terdeteksi sama sekali karena antibodi yang terbentuk sangat rendah.

Menariknya, dari mereka yang punya antibodi kategori rendah adalah pasien sembuh yang berusia relatif muda. 

Baca Juga: Kabar Baik! Proses Dipersingkat, Sekarang 3 Vaksin Covid-19 Sudah Diuji pada Manusia

Antibodi Tinggi pada Pasien Lansia

Sedangkan mereka yang berusia lebih tua cenderung punya antibodi lebih tinggi.

Antibodi sendiri dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh dan punya struktur kimia unik untuk menghambat patogen tertentu.

Tugas dari antibodi dalam menghadapi virus corona adalah memotong protein pada pembungkus virus dan mencegahnya berikatan dengan sel manusia.

Kadar yang cukup rendah dari antibodi menjadikan pasien sembuh juga punya perlindungan yang rendah kalau ada infeksi ulang.

"Apakah pasien-pasien ini berisiko tinggi mengalami rebound atau infeksi ulang harus dieksplorasi dalam studi lebih lanjut," tulis tim dalam peneliti sebagaimana dikutip dari SCMP.

Studi Pendahuluan

Penelitian ini merupakan studi pendahuluan dan masih perlu peninjauan peneliti lain.

Meski begitu penelitian tersebut adalah pemeriksaan sistematis tingkat antibodi pertama di dunia pada pasien yang pulih dari Covid-19.

Proses penelitian ini adalah dengan mengambil sampel darah dari pasien Covid-19 yang pulih dari gejala ringan.

Pengamatan pada penelitian ini mengecualikan pasien yang dirawat di ruang intensif lantaran pertimbangan mereka sudah mendapatkan antibodi tambahan dari terapi plasma darah yang disumbangkan.

Adanya hasil yang menunjukkan sepertiga dari pasien sembuh dalam penelitian ini punya antibodi rendah dengan titer di bawah 500 cukup membuat para peneliti terkejut.

Baca Juga: Jadi Harapan Dunia, 3 Perusahaan China Ini Semakin Maju dengan Kembangkan Vaksin Corona, Siap Uji Coba

Kategori Penelitian

Dalam proses penelitian, para peneliti membagi kelompok menjadi tiga kategori yaitu lansia (60-85 tahun), paruh baya (40-59 tahun), dan muda (15-39 tahun).

Peneliti juga mengukur kadar antibodi penetralisir (NAbs) dalam darah setiap pasien.

Hasilnya orang-orang dalam kelompok usia 60-85 tahun punya antibodi lebih tinggi tiga kali jumlah antibodi mereka yang berusia 15-39 tahun.

Dari penelitian itu, 10 pasien dalam penelitian punya antibodi yang sangat rendah sampai enggak bisa dideteksi di laboratorium.

Para pasien yang tampak enggak mengembangkan antibodi tersebut dimungkinkan karena adanya tanggapan antibodi lain dalam metode tubuhnya dalam mengalahkan virus.

“Tanggapan kekebalan lainnya termasuk sel T atau sitokin yang juga berkontribusi dalam penelitian,” catat para peneliti.

Sel T adalah jenis sel darah putih yang membantu dalam respon imun, dan sitokin adalah jenis molekul yang dilepaskan sel saat melawan infeksi.

Adapun, jumlah antibodi rendah bisa memengaruhi herd imunity yang terbentuk serta resistensi terhadap penyakit di kalangan populasi umum.

Padahal kekebalan kawanan atau herd imunity bisa bermanfaat untuk menghentikan penyebaran.

“Ini adalah pengamatan klinis awal kami. Masih dibutuhkan lebih banyak data terkait kekebalan kelompok dari berbagai belahan dunia,” ujar Profesor Huang Jinghe, pemimpin tim, mengatakan pada hari Selasa sebagaimana dikutip dari SCMP (7/4/2020).

"Pengembang vaksin mungkin perlu memberi perhatian khusus pada pasien-pasien ini. Jika virus yang sebenarnya tidak dapat menginduksi respon antibodi, versi vaksin yang lemah mungkin juga tidak bekerja pada pasien ini,” lanjutnya.

(Penulis: Nur Rohmi Aida)

Baca Juga: Kabar Baik! Obat Tradisional Ini Sudah Terbukti Efektif Sembuhkan Covid-19 di Tiongkok

-----

Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan  komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids  dan Album Donal Bebek. Tinggal klik di www.gridstore.id.