GridKids.id - Apakah kamu tahu Bahasa Bagongan, Kids?
Nah, kali ini kita akan mengenal Bahas Bagongan, ya.
Bahasa Bagongan biasanya digunakan oleh kerajaan Jawa.
Bahasa ini dikembangkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma dari Kesultanan Mataram.
Bahasa ini difungsikan sebagai simbol kebesaran kerajaan. Namun, tujuannya untuk menghilangkan kesenjangan antara para pejabat di kerajaan dengan pelayan raja dan juga lainnya.
Jadi, bahasa ini enggak menonjolkan hieraki seperti pada bahasa Jawa umumnya, yang biasnya ada tingkatan-tingkatannya, seperti ngoko (tingkat rendah), ngoko halus, krama, dan krama inggil (paling halus).
Namun, tingkatan-tingkatan ini hanya garis besarnya saja, aslinya tingkatannya jauh lebih banyak.
Dalam situasi normal, seseorang yang dari tingkatan rendah (entah berusia lebih muda atau secara jabatan lebih rendah) akan menggunakan bahasa krama inggil kepada seseorang dari tingkatan tinggi (entah berusia lebih tua atau memangku jabatan yang lebih tinggi), dan seseorang dari tingkatan lebih tinggi ini akan membalas menggunakan bahasa ngoko kepada seseorang yang memiliki tingkatan rendah tersebut.
Hingga saat ini bahasa ini pun masih dilestarikan dalam lingkungan keraton.
Namun memang, penggunaannya sangat jarang dan hanya diucapkan di istana atau keraton.
Sementara itu, Bahasa Bagongan sendiri sudah menyerap beberapa kosakata bahasa Jawa kuno yang sudah sangat jarang dipakai atau diketahui oleh orang-orang Jawa kebanyakan.
Baca Juga: 10 Contoh Percakapan Sehari-hari dalam Bahasa Jawa Krama Inggil
Kata-kata dalam bahasa Sanskerta atau bahasa Jawa krama inggil pun yang sudah halus kemudian mengalami sedikit modifikasi, yang dikenal dalam ilmu linguistik sebagai fenomena hiperkoreksi.
Kosakata bahasa Bagongan
Berikut beberapa kosakata bahasa Bagongan beserta artinya:
1. Manira = aku
2. Pakanira = kamu. Dari kata talampakanira yang berarti telapak kaki anda atau telapak kaki beliau.
3. Wenten = ada. Merupakan bentuk hiperkoreksi dari wonten.
4. Besaos = saja. Merupakan bentuk modifikasi dari istilah dalam bahasa Jawa kuna basaja.
5. Seyos = bukan. Merupakan hiperkoreksi dari seje yang artinya adalah lain atau berbeda.
6. Siyos = jadi. Merupakan modifikasi dari sida.
7. Derbe = mempunyai. Merupakan modifikasi dari istilah bahasa Sanskerta dravya yang berarti isi atau entitas. Kata dravya ini juga menurunkan istilah druwe yang kemudian menjadi duwe.
8. Boya = tidak. Merupakan istilah dari bahasa Jawa kuna yang merupakan singkatan dari tan boya, yang merupakan perkembangan dari tan wwaya, bentuk lain dari tan wwara dan tan hana, yang arti harfiahnya adalah tidak ada.
Baca Juga: Bahasa Jawa: Pengertian Pacelathon dan Contoh Percakapan 2 Orang
9. Puniku = itu, tapi arti harfiahnya adalah yaitu.
10. Puniki = ini.
11. Punapi = apa.
12. Nedha = ayo.
13. Tandya = merupakan kalimat perintah untuk bergerak, seperti "Grak!" dalam upacara bendera.
Nah, itulah arti dari Bahasa Banggong yang digunakan di lingkungan keraton, ya, Kids.
-----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Corry Samosir |
Editor | : | Danastri Putri |
Komentar