Selain itu, noken dianggap sebagai perdamaian dan kehidupan yang baik.
Di berbagai suku di Papua noken menunjukkan status sosial pemakainya.
Orang terkemuka dalam masyarakat, misalnya kepala suku, kadang-kadang memakai noken dengan pola dan hiasan khusus.
Umumnya noken dibuat oleh perempuan atau mama-mama Papua yang rata-rata sudah berusia lanjut, yang disebut dengan "Mama Noken".
Namun ada pula Noken yang dikerjakan oleh kaum laki-laki yaitu di daerah Suku Mee dan dinamakan Meuwodide ("bapak-bapak Papua di daerah Suku Mee).
Untuk membuat bahan baku dilakukan dengan cara yang berbeda-beda antara satu suku dengan suku lainnya.
Ada yang melakukan dengan cara memotong beberapa jenis pohon khusus, kecil dan besar.
Cara pengelolaannya kadang-kadang dipanasi di atas api hingga layu, lalu direndam dalam air selama beberapa hari.
Tetapi ada juga perajin yang mengupas kulit batang pohon lalu keluar, hingga tinggal seratnya.
Baca Juga: Jadi Cendera Mata PON XX Papua 2021, Apa Itu Noken dan Filosofinya?
Ada juga suku (misalnya Suku Dani/Hugula di Wamena) yang menguliti batang kayu kecil, lalu batang kayu tersebut dipukuli hingga tinggal seratnya.
Kemudian serat kayu tersebut dikeringkan menjadi bahan serat yang kemudian dipintal menjadi benang kuat dengan telapak tangan di atas paha perajin.
Source | : | intisari |
Penulis | : | Corry Samosir |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar