GridKids.id - Kerajaan Aceh adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang pernah berjaya di kawasan Nusantara.
Kesultanan Aceh membawa pengaruh yang sangat kuat dan besar bagi kehidupan masyarakat Aceh hingga saat ini.
Berkat Kerajaan Aceh pula wilayah yang berada di ujung utara pulau Sumatera ini dijuluki sebagai Serambi Mekah.
Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-17, kala itu pengaruh Islam tersebar luas dan berkembang makin pesat hingga Aceh menjadi kiblat perkembangan ilmu pengetahuan Islam.
Kerajaan Aceh lahir dari keberadaan Kerajaan Indra Purba di Lamuri yang pada sekitaran abad 11 dipimpin oleh Maharaja Indra Sakti.
Kala itu kerajaan Indra Purba mendapat serangan dari tentara China, namun karena dukungan Kerajaan Perlak sebagai sekutunya tentara China berhasil dipukul mundur.
Salah satu pemimpin pertempuran kerajaan Indra Purba melawan tentara China adalah Meurah Johan.
Bentuk balas jasa atas bantuan itu, Maharaja Indra Sakti menikahkan putrinya dengan Meurah Johan.
Setelah sang mertua meninggal dunia, Meurah Johan naik menggantikan mertuanya untuk bertahta dan bergelar Sultan Alaidin Johan Shah.
Kerajaan Indra Purba lalu berganti nama menjadi Kerajaan Darussalam dan berpusat di Bandar Darussalam.
Lalu, seperti apakah proses berdirinya kerajaan Aceh Darussalam hingga mencapai puncak kejayaannya?
Baca Juga: Sejarah Perang Aceh pada Masa Kolonial Belanda, Materi IPS Kelas 8
Awal Mula dan Perkembangan Kerajaan Aceh
Menurut buku Kedatangan Islam dan Kerajaan Islam di Sumatra karya Angga Dian Toro, sudah sejak sebelum kerajaan Aceh resmi didirikan, Banda Aceh sudah menjadi pelabuhan transit yang ramai disinggahi oleh para pedagang asing.
Belum lagi, di bagian utara Aceh juga berbatasan langsung dengan Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan Internasional kala itu.
Selain bandar pelabuhan transit, keberadaan tujuh sungai yang melalui wilayah Banda Aceh juga menjadi faktor penting yang mendukung perekonomian Kerajaan Aceh Darussalam.
Tujuh sungai yang dimaksud adalah S. Krueng Aceh, Krueng Daroy, Krueng Doy, Krueng Neng, Krueng Lhueng Paga, Krueng Tanjung, dan Krueng Titi Panjang.
Pendiri Kerajaan Aceh Darussalam adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang memerintah kerajaan ini pada 1514-1528.
Selama masa kekuasaannya, kerajaan Aceh Darussalam berhasil menaklukkan beberapa kerajaan lokal seperti Kerajaan Pidie, Samudera Pasai, dan Daya, bahkan memperluas kekuasaan hingga perbatasan Minangkabau.
Pendudukan militer yang terus menemui keberhasilan ini kemudian memengaruhi kemajuan perekonomian kerajaan ini.
Hal ini didukung juga oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 yang membuat pelabuhan Banda Aceh menjadi satu-satunya pelabuhan utama di kawasan Selat Malaka.
Tak berhenti sampai di situ, Kerajaan Aceh di bawah Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar juga berupaya melakukan penyerangan pada Malaka yang berada di bawah kekuasaan Portugis.
Serangan itu didukung oleh sekutu Kerajaan Aceh yaitu Kerajaan Turki Ottoman di Timur Tengah yang kala itu jadi Kerajaan Islam terkuat di dunia.
Baca Juga: 23 Nama Kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Ibu Kotanya
Namun, meski begitu Kerajaan Aceh belum berhasil menaklukan Malaka dan kekuasaan Portugis di sana.
Bantuan militer berupa persenjataan yang diberikan dari Kerajaan Turki Ottoman bisa membantu Kerajaan Aceh untuk menaklukan Kerajaan Batak, Barus, dan Aru.
Langkah diplomatis selanjutnya yang diambil oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar adalah menempatkan ipar laki-lakinya sebagai Sultan Barus.
Dua putra Sultan juga diangkat sebagai Sultan Aru (Sultan Ghori) dan Sultan Pariaman (Sultan Mughal), dengan banyak perwakilan kerajaan Aceh yang ditempatkan di daerah-daerah kekuasaannya.
Raja terbesar dan paling berjaya dari kerajaan Aceh Darussalam bergelar Sultan Iskandar Muda yang memerintah pada 1607-1636.
Pada masa pemerintahannya wilayah Kerajaan Aceh meliputi Semenanjung Malaya dan Sumatra bagian utara, ditambah hegemoni Aceh atas Selat Malaka yang begitu strategis.
Meski begitu Portugis tetap belum bisa dipukul mundur sepenuhnya dari wilayah hegemoni Kerajaan Aceh bahkan hingga pemerintahan Sultan-Sultan yang bertahta setelahnya.
Kehilangan Sultan yang cakap, Kerajaan Aceh mulai meredup dan kehilangan masa keemasannya ditambah konflik intern antara golongan teuku (para bangsawan) dan golongan tengku (para ulama).
Kerajaan Aceh bertahan dan eksis selama empat abad lamanya hingga Belanda akhirnya berhasil mengalahkan Aceh pada Perang Aceh yang berlangsung selama puluhan tahun dari 1873-1912.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | Gramedia.com |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Danastri Putri |
Komentar