GridKids.id - Kids, kembali lagi ke artikel GridKids yang akan membahas tentang keragaman Indonesia.
Sebagai bangsa yang kaya akan keberagaman, Indonesia memiliki berbagai tradisi dan perayaan yang penuh makna dalam berbagai peristiwa penting dalam siklus hidup manusia.
Salah satu bentuk tradisi yang berkaitan dengan siklus hidup manusia adalah tradisi menyambut kelahiran bayi.
Fase kelahiran bayi manusia dalam berbagai suku bangsa dianggap sebagai saat yang tepat untuk menunjukkan rasa syukur dan harapan baik di masa depan.
Beberapa daerah di Indonesia punya upacara khusus dalam rangka menyambut kelahiran bayi dalam sebuah keluarga, lo, Kids. Apa sajakah nama upacaranya?
Upacara Tradisi untuk Menyambut Kelahiran Bayi di Indonesia
1. Brokohan (Jawa)
Tradisi Brokohan diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran bayi dengan sehat dan selamat.
Nama brokohan diambil dari kosa kata bahasa Arab yaitu barokah yang artinya memohon berkah pada Tuhan atas kelahiran bayi sebagai buah hati dari kedua orang tuanya.
Upacara ini bertujuan sebagai upaya memohon keselamatan dan pelindungan untuk bayi yang baru saja dilahirkan ke dunia.
Pada acara ini biasanya dilakukan juga prosesi penguburan ari-ari bayi dan doa bersama untuk memohon keselamatan dan harapan baik bagi bayi tersebut.
Baca Juga: Apa Alasan Banyak Bayi Takut Menginjak Rerumputan? #AkuBacaAkuTahu
2. Jatakarma Samskara (Bali)
Tradisi Jatakarma Samskara adalah tradisi masyarakat Hindu Bali untuk menyambut kelahiran bayi.
Seperti brokohan di Jawa, ritual ini juga dipercaya bisa memberi keselamatan bagi bayi supaya bisa tumbuh besar dengan baik.
Upacara ini akan dipimpin oleh sosok tetua dalam sebuah keluarga yang dimulai dengan membacakan doa di telinga bayi yang baru lahir.
3. Turun Mandi (Sumatera Barat)
Tradisi ini biasanya akan dilakukan ketika bayi baru lahir hingga bayi sudah berusia tiga bulan.
Sama seperti tradisi kelahiran bayi di daerah lain, tradisi ini juga merupakan bentuk syukur atas kelahiran bayi yang sehat ke dunia.
Upacara ini akan dilaksanakan di sumber mata air terdekat di suatu daerah, seperti di tempat pemandian, sungai, atau sumur.
Berikut adalah beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tradisi turun mandi khas Sumatera Barat, di antaranya:
- Sigi kain Buruak: obor yang terbuat dari kain robek yang akan dibawa ke tempat pelaksanaan upacara turun mandi.
- Tampang Karambia Tumbua: bibit kelapa yang siap tanam akan dihanyutkan dan ditangkap oleh ibu bayi sebagai salah satu prosesi upacaranya, sebagai simbol bekal kehidupan anak kelak.
- Tangguak: alat untuk menangkap ikan sebagai simbol bekal ekonomi anak di masa depan.
Baca Juga: Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila dalam Bidang Sosial-Budaya, Materi PKN Kelas 9 SMP
- Palo Nasi: nasi yang dilumuri arang dan darah ayam yang dipercaya bisa mengusir setan yang ingin turut hadir dalam upacara ini.
- Batiah Bareh Badulang: beras yang digoreng yang akan diberikan pada anak-anak yang ikut dalam prosesi upacara turun mandi sebagai ucapan terima kasih.
4. Medak Api (Lombok)
Medak Api adalah prosesi pemberian nama pada bayi setelah mencapai usia 7-9 hari setelah dilahirkan ke dunia.
Ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaan tradisi Medak Api, di antaranya:
- 1 buah kelapa tua yang diparut dan dicampur dengan kunyit untuk keramas orang-orang yang terlibat dalam prosesi Medak Api ini.
Hal ini dipercaya masyarakat bisa menghindarkan para peserta upacara dari rabun.
- Kulit kelapa tua akan dibakar sampai menimbulkan asap yang digunakan sebagai perlengkapan upacara ini.
Nantinya bayi akan diayunkan di atas asap yang mengepul sebelum proses sembe atau pemberian nama.
- Benang hitam dan putih yang akan dipintal menjadi gelang untuk dipakaikan di kedua pergelangan tangan, kaki, dan pinggang bayi.
Ibu bayi juga harus mengenakan pintalan benang hitam putih ini sebagai upaya menghindarkan bayi dari hal-hal buruk.
Baca Juga: Daftar Upacara Adat Seluruh Daerah Indonesia, dari Aceh Hingga Papua
Benang ini enggak boleh dilepaskan atau diputuskan kecuali sudah rusak atau putus dengan sendirinya.
Tahap terakhir dari tradisi ini adalah pemijatan kaki ibu bayi supaya terhindar dari penyakit.
5. Mamoholi (Sumatera Utara)
Tradisi Mamoholi adalah tradisi menyambut kelahiran bayi masyarakat Batak Toba.
Tradisi ini bertujuan untuk menunjukkan rasa syukur pada Tuhan karena sudah menghadirkan anak yang sudah diidam-idamkan keluarga.
Ketika mamoholi dilakukan maka saudara-saudara sekampung akan bergantian mempersiapkan makanan untuk ibu yang baru melahirkan.
Hal ini akan terus berlanjut sampai si ibu benar-benar pulih untuk menyediakan makanannya sendiri.
Para hulahula/tulang juga akan datang untuk ikut bersukacita dan menunjukkan syukur atas kelahiran bayi baru dalam sebuah keluarga.
6. Moana ( Sulawesi Tengah)
Upacara Moana adalah sebuah tradisi adat menyambut kelahiran bayi di wilayah Palu, Sulawesi Tengah.
Upacara ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu upacara pemotongan plasenta bayi.
Baca Juga: Sejarah Tari Tor Tor, Pentas Tari Tradisional Khas Suku Batak Toba
Plasenta yang sudah dipotong akan dirapikan dan dilanjutkan ke upacara bayi naik ke ayunan hingga bayi mulai bisa menginjak tanah.
Topo Panuju atau dukun bayi akan menaikkan bayi ke ayunan yang sudah disediakan atau dikenal dengan nama umbu.
Bayi yang mengikuti moana adalah bayi yang sudah berusia antara 3-7 hari.
7. Nenjrag Bumi (Sunda)
Tradisi Nenjrag Bumi adalah ritual masyarakat Sunda untuk menyambut kelahiran bayi dengan meletakkan bayi di atas lantai yang dibuat dari bambu terbelah.
Ibu bayi lalu diminta menghentakkan kaki ke bambu sebanyak 7 kali sebagai simbol supaya bayi enggak mudah kaget dan enggak tumbuh jadi penakut nantinya.
Upacara ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan harapan supaya bayi bisa tumbuh jadi sosok yang pemberani dalam menghadapi apapun ketika dewasa nanti.
Itulah tadi tujuh tradisi atau upacara adat di Indonesia yang berkaitan dengan menyambut kelahiran bayi.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar