GridKids.id - Pada artikel sebelumnya kamu diajak untuk belajar tentang penerapan demokrasi Indonesia pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949.
Fase kehidupan politik Indonesia memasuki tahapan kedua atau dikenal sebagai masa demokrasi liberal yang berlangsung antara 1949-1959.
Selama periode liberal ini terjadi dua kali pergantian Undang-Undang Dasar, yaitu:
a. UUD 1945 menjadi konstitusi RIS pada 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950.
Pada rentang waktu ini, bentuk negara kesatuan dirubah jadi negara serikat, dengan sistem pemerintahan berubah dari presidensil jadi quasi parlementer.
b. Konstitusi RIS berubah kembali menjadi UUD 1945 pada 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959, yang merubah kembali bentuk negara menjadi kesatuan dengan sistem demokrasi parlementer.
Demokrasi parlementer jadi masa berjayanya penerapan demokrasi di Indonesia, yang melibatkan semua elemen demokrasi dalam penerapan kehidupan politik Indonesia kala itu.
Berikut ini adalah bentuk penerapan demokrasi pada masa demokrasi parlementer 1949-1959. Yuk, simak sama-sama uraian lengkapnya di bawah ini.
Penerapan Demokrasi Indonesia Periode 1949-1959
1. Peran Parlemen yang Tinggi
Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam berjalannya kegiatan politik.
Baca Juga: Apa Itu Demokrasi Parlementer? Ini Pengertian dan Ciri-cirinya
Kekuasaan parlemen diwujudkan dengan adanya mosi tidak percaya pada pemerintah yang menyebabkan kabinet harus meletakkan jabatan meski pemerintahannya baru berjalan beberapa bulan.
Misalnya pada masa kabinet Djuanda yang dipimpin oleh Ir. Djuanda Kartawidjaja yang diberhentikan oleh mosi tidak percaya dari parlemen.
2. Pertanggungjawaban Tinggi Pemegang Jabatan dan Politisi
Fungsi parlemen pada masa demokrasi liberal adalah sebagai alat kontrol sosial yang menjaga para pemegang jabatan dan politisi memegang peran dan tanggung jawabnya dengan baik.
Akuntabilitas atau pertanggungjawaban yang tinggi pada masa ini dibuktikan dengan frekuensi jatuh dan berganti-gantinya kabinet yang berkuasa.
3. Kepartaian Berkembang Bebas dan Pesat
Kehidupan kepartaian pada masa ini disebut sangat difasilitasi untuk bisa berkembang dan diwadahi dengan baik pada masa ini.
Indonesia pada periode ini menganut sistem multipartai dengan total ada 40 partai politik yang otonom dan punya deretan pendukung yang loyal.
Tak ada campur tangan pemerintah dalam upaya perekrutan anggota hingga pemilihan pemimpin partai mereka.
4. Pemilihan Umum 1955
Pada periode ini terjadi satu kali penyelenggaraan pemilihan umum pada 1955 dengan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi.
Baca Juga: 4 Contoh Penyimpangan Politik Masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia
Kompetisi terjadi secara intensif namun adil, masyarakat bisa menunjukkan pilihan atau suaranya secara bebas tanpa tekanan atau paksaan.
5. Dijaminnya Hak-Hak Dasar Masyarakat
Umumnya masyarakat Indonesia pada periode ini bisa merasakan bahwa hak-hak dasarnya difasilitasi dan enggak dikurangi sama sekali.
Misalnya, hak untuk berserikat dan berkumpul terfasilitasi dengan baik misalnya pembentukan partai-partai politik hingga organisasi peserta pemilihan umum.
Selain itu, pers juga memeroleh kebebasan untuk berpendapat dan menyampaikan situasi terkini dan menyebarkannya secara luas.
6. Otonomi Daerah
Pada masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah di Indonesia memeroleh otonomi yang cukup dengan jangkauan seluas-luasnya.
Otonomi daerah asas desentralisasi untuk melandasi pijakan dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintahan di pusat dengan pemerintahaan di daerah.
Nah, itulah tadi enam ukuran kesuksesan penerapan demokrasi masa demokrasi parlementer, meski kesuksesan ini enggak berumur panjang.
Demokrasi parlementer ini hanya bisa bertahan selama sembilan tahun sejalan dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengawali masa Demokrasi Terpimpin.
----
Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.
Source | : | kemdikbud.go.id |
Penulis | : | Ayu Ma'as |
Editor | : | Regina Pasys |
Komentar