Find Us On Social Media :

Apakah Misi Ruang Angkasa Mempengaruhi Kondisi Otak Para Astronaut?

Otak manusia yang pergi melakukan misi ruang angkasa sebagai astronaut terdampak karena perjalanan yang sulit dan panjang di lingkungan yang berbeda dari Bumi.

GridKids.id - Hai, Kids, kali ini kamu akan diajak membahas lagi tentang topik astronaut dan misi ruang angkasa.

Di artikel GridKids sebelumnya kamu sudah belajar bersama GridKids tentang efek perjalanan misi astronaut menjelajah ruang angkasa pada tubuh manusia setelah mereka kembali ke Bumi.

Kali ini kamu akan belajar efek perjalanan atau misi ruang angkasa pada otak manusia.

Dilansir dari laman theacademic.com, ilmuwan dari Universitas Antwerpen dan Universitas Liege sudah melakukan penelitian tentang dampak dari kondisi di ruang hampa udara pada otak manusia.

Penelitian ilmiah ini mengungkap kalau otak manusia juga terpengaruh pada situasi lingkungan hidup yang berubah.

Berada di ruang angkasa yang hampa udara dan minim gravitasi dalam waktu lama bisa menyebabkan perubahan pada aktivitas otak setelah manusia kembali lagi ke Bumi.

Astronaut secara alami akan beradaptasi dengan kondisi ruang hampa udara meski itu bukan hal yang mudah, Kids.

Tanpa gravitasi seperti biasa, tubuh manusia mengalami perubahan fisiologis, termasuk pada otot, juga kondisi tulang yang makin hilang kepadatan, dan pergeseran cairan tubuh dari tubuh bawah ke tubuh atas.

Nah, otak manusia juga harus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang berbeda dari tempat hidup di Bumi yang terpengaruh gravitasi.

Efeknya ruang minim gravitasi di ruang angkasa ini bisa menyebabkan tubuh mengalami disorientasi, linglung, dan kebingungan spasial.

Lalu, seperti apa proses penelitian tentang efek ruang hampa udara dengan minim gravitasi pada kinerja otak?

Baca Juga: Apa yang Terjadi dengan Astronaut Setelah Kembali Pulang ke Bumi?

Penelitian tentang Otak Astronaut

Proyek penelitian ini bisa membantu memahami seperti apa otak beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang dialaminya.

Otak manusia bahkan bisa dilatih untuk berfungsi optimal meski di lingkungan baru yang sangat berbeda dengan Bumi.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun misi jangka panjang dan memastikan astronaut bisa sejahtera dan tetap bisa bertahan hidup selama misi berlangsung.

Penelitian dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari otak 14 astronaut sebelum dan sesudah misi ruang angkasa dilakukan.

Dari pemindaian MRI dikumpulkan dengan menggunakan teknik MRI fungsional keadaan istirahat, yang memungkinkan peneliti menyadari kondisi standar otak apakah terlihat ada perubahan setelah melakukan penerbangan ke ruang angkasa dalam jangka waktu lama.

Para peneliti mencoba menganalisis ke aktivitas otak dalam kondisi istirahat.

Dari situ peneliti menemukan fakta bahwa aktivitas otak akan berubah di wilayah tertentu selama penerbangan ke ruang angkasa dilakukan.

Wilayah otak yang terpangaruh misalnya bagian otak yang memuat informasi visual, fungsi pendengaran, atau gerakan.

Temuan peneliti ini menunjukan bahwa waktu lama di luar angkasa bisa memengaruhi kemampuan otak dalam memproses dan menyesuaikan informasi sensorik tubuh.

Hal ini sangat penting dalam menentukan keselamatan dan kehidupan astronaut selama menjalankan misi dan penelitian di luar angkasa selama jangka waktu tertentu.

 ----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.