Find Us On Social Media :

Sejarah Jam Gadang, Ikon Kota Bukittinggi yang Dibangun Pada Masa Hindia Belanda

Jam Gadang adalah landmark atau ikon kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang sudah dibangun sejak masa Hindia Belanda.

Sejarah Pendirian Jam Gadang

Dilansir dari bukittinggikota.go.id, pembangunan Jam Gadang sebagai landmark kota Bukittinggi dimulai pada 1926-1927 atas prakarsa Controleur (Sekretaris Kota) Kota Fort deKock (nama Bukittinggi dulu), Hendrik Roelof Rookmaaker.

Arsitektur bangunan Jam Gadang dirancang oleh seorang arsitek asal Koto Gadang yaitu Yazid Rajo Mangkuto.

Sedangkan, peletakkan batu pertama Jam Gadang dilakukan oleh putera dari sang controleur yang ketika itu masih berusia 6 tahun.

Biaya yang dihabiskan untuk proses pembangunan Jam Gadang sekitar 3000 gulden sehingga sejak pembangunan hingga peresmiannya menara jam ini sudah menarik perhatian banyak orang.

Jam Gadang juga dijadikan sebagai markah tanah untuk menandai titik nol kota Bukittingi, Sumatera Barat.

Sejak dibangun, Jam Gadang sudah melalui tiga kali perubahan pada atapnya, yaitu pada masa pemerintah Hindia Belanda, masa pendudukan Jepang, hingga Masa Kemerdekaan.

Ketika masa pemerintah Hindia Belanda, bentuk atapnya bulat dengan patung ayam jantan yang menghadap ke arah timur.

Lalu pada masa pemerintahan Jepang, atap Jam Gadang dirubah bentuk menjadi bentuk pagoda.

Sedangkan, pasca Indonesia merdeka bentuknya dirubah jadi atap gonjong atau atap rumah adat Minangkabau yaitu Rumah Gadang.

Fakta menarik tentang jam gadang yang masih diperdebatkan sampai saat ini adalah penggunaan angka romawi 4 yang tertulis dengan IIII bukannya IV.

IV dimaknai sebagai I Victory atau kemenangan sehingga pemerintah Hindia Belanda mencoba mengurangi risiko pemicu pemberontakan rakyat Bukittinggi kala itu.

 ----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.