Find Us On Social Media :

Sejarah Jalan Braga, Spot Wisata Wajib Ketika Berkunjung Ke Bandung

Jalan Braga adalah salah satu destinasi wisata yang wajib dikunjungi ketika bertandang ke kota Bandung.

GridKids.id - Kids, ketika bicara tentang kota Bandung, kamu pasti enggak bisa melupakan salah satu ikon wisata kota ini yaitu Braga.

Braga merupakan salah satu destinasi wisata utama para wisatawan lokal maupun wisatawan asing yang berkunjung ke Bandung.

Panjang total jalanan Braga sekitar 700 meter - 1 kilometer bisa ditempuh berjalan kaki tanpa terasa.

Di kanan kiri jalan banyak bangunan-bangunan lawas yang sudah disulap menjadi berbagai rumah makanan, toko-toko yang menjual oleh-oleh, hingga kedai-kedai kopi.

Namun, tahukah kamu seperti apa sejarah dari jalanan paling populer di kota Bandung ini?

Kepopuleran Braga ternyata sudah dikenal sejak dulu kala, lo, tepatnya sejak paruh kedua abad ke-19.

Kala itu Hindia Belanda masih berada di bawah kekuasaan pemerintah jajahan Belanda.

Braga kala itu tumbuh menjadi area pusat dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat Hindia Belanda di Bandung.

Masa itu bahkan Braga dikenal sebagai Parijs van Java yang penuh dengan gemerlap gaya hidup modern dan kehidupan budaya lokal yang saling berkaitan.

Sebelum Braga dibangun menjadi pusat kegiatan ekonomi dengan berbagai fasilitas penunjangnya, jalan Braga adalah sebuah jalan setapak berlumpur yang sering dilewati kereta kuda atau yang ketika itu disebut dengan pedatiweg.

Di kanan kiri Braga kali itu masih berupa pemukiman sewaan milik para pegawai Eropa juga warung-warung bambu yang atapnya dibuat dari daun rumbia.

Baca Juga: Hari Pariwisata Sedunia Diperingati Tiap 27 September, Begini Sejarah Penetapan dan Tujuannya

Awal Mula Perkembangan Jalan Braga

Pembukaan usaha perkebunan di wilayah Priangan oleh para pengusaha Belanda mendorong bangsa Eropa lain mulai banyak yang memutuskan untuk bermukim di Bandung.

Udara Bandung yang sejuk tentunya jadi daya tarik bagi para orang Eropa untuk memilih Bandung sebagai tempat tinggal mereka di negeri jajahan.

Para pengusaha perkebunan atau Preangerplanters mulai merasa perlu menciptakan tempat untuk bersosialisasi atau berekreasi dengan orang-orang sebangsanya.

Ide itu mendorong dibuatnya Societeit di salah satu rumah kecil yang dulunya adalah warung serba ada yang mengalami kejadian kebakaran hebat di kawasan jalan Braga.

Rumah kecil itu disewakan dengan harga 15 gulden per bulannya, berikut dengan pemilik rumahnya yang dipekerjakan sebagai tenaga pembantu di sana.

Societeit ini lalu berkembang menjadi semakin besar dengan bertambahnya anggota-anggota baru, sehingga rumah kecil di Braga itu dirasa enggak cukup lagi sebagai tempat pertemuan.

Perkumpulan itu lalu pindah ke sebuah rumah papan di sebelah Hotel Homann Savoy yang kini berlokasi di Jalan Asia-Afrika, Bandung.

Setelahnya, rumah papan inipun tetap dianggap enggak bisa mewadahi seluruh anggota societeit untuk bisa berkegiatan seperti biasanya.

Hal ini mendorong perpindahan perkumpulan Societeit Concordia ini pindah lagi ke gedung di ujung selatan Jalan Braga yang kini dikenal sebagai Gedung Merdeka atau Museum Konferensi Asia Afrika.

Gedung Societeit Concordia sering jadi tempat untuk kaum elit Eropa yang menetap di Bandung untuk menikmati berbagai pertunjukan sandiwara atau pentas seni yang menghibur mereka.

Baca Juga: Dimulai dari Inggris, Begini Sejarah Tren Belanja Online yang Populer di Seluruh Dunia

Perkembangan Jalan Braga sebagai Pusat Ekonomi Masyarakat

Keberadaan Societeit Concordia sebetulnya cukup eksklusif karena enggak bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat.

Hanya orang-orang Eropa, orang non-Eropa yang sudah dipersamakan, dan para pemuka masyarakat sajalah yang bisa bergabung dan terlibat dengan kegiatan yang diselenggarakan di sana.

Sedangkan untuk kelas-kelas sosial masyarakat menengah, misalnya orang Belanda yang berpangkat rendah atau orang-orang Indo Belanda biasanya akan menikmati hiburan mereka di gedung lainnya yaitu di Societeit Ons Genoegen (Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan) atau bermain bilyar di Vogelpoll di Gedung DENIS (sekarang Gedung Bank Jabar Banten).

Sedangkan bagi orang Melayu biasanya akan berkumpul di balai pertemuan berupa rumah panggung di jalan Kepatihan yang dinamai Societeit Mardi Harjo.

Braga berkembang pesat pada penghujung abad 19 dan awal abad-20, bahkan kawasan jalan ini dijuluki sebagai De meest Europeesche winkelstraat van Indie atau kompleks pertokoan Eropa paling terkenal di Hindia Belanda.

Toko pertama yang didirikan di Braga adalah toko senjata api yang dimiliki oleh Tuan C.A. Hellerman pada 1894.

Tak hanya senjata api, toko tuan Hellerman juga menjual beragam kereta kuda, sepeda, sekaligus bengkel untuk reparasi senjata api yang dijualnya.

Toko terbesar dan diklaim sebagai toko serba ada populer di Braga kala itu adalah toko Onderling Belang (OB) yang menjual pakaian modis yang banyak digemari noni-noni Belanda.

Di seberang toko OB juga berdiri toko pakaian modis lain yaitu Bon Marche yang didirikan oleh A. Makkinga pada 1913.

Bon Marche menjual gaun-gaun ala paris yang selalu diperbaharui modelnya sehingga banyak digemari oleh para pelanggan.

Tak hanya jadi pusat mode, di Braga juga dijual berbagai kebutuhan seperti misalnya toko sigaret dan cerutu di Tabaksplant hingga berbagai restoran hidangan eropa yang autentik dan berkelas.

sumber: Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Jawa Barat

 ----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.