Find Us On Social Media :

Apa Itu Sindemi Virus Corona COVID-19 yang Gantikan Istilah Pandemi?

Apa Itu Sindemi Virus Corona COVID-19?

GridKids.id - Menurut para ilmuwan, Virus corona COVID-19 sekarang bukan lagi dianggap sebagai pandemi, namun sindemi. Lalu, apa itu sindemi?

Sejak mewabah pada akhir tahun 2019, COVID-19 terus meluas, sampai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutnya sebagai pandemi global.

Namun, hampir setahun pandemi ini berlangsung, jumlah orang yang terinfeksi di seluruh dunia sudah mencapai angka 50 juta.

Bahkan, sampai sekarang sudah lebih dari selusin kandidat vaksin COVID-19 masih dalam tahap pengujian. Beberapa sudah hampir menyelesaikan fase 3 atau tahap akhir uji klinis.

Semakin tingginya angka infeksi COVID-19, sejumlah negara juga kembali memberlakukan lockdown setelah mencatat rekor penambahan jumlah kasus.

Meski berbagai strategi dan kebijakan sudah dilakukan, sejumlah ilmuwan dan pakar kesehatan menilai hal itu masih terlalu terbatas untuk menghentikan laju infeksi yang disebabkan virus corona baru, SARS-CoV-2.

Melihat kondisi COVID-19 saat ini, Richard Horton, pemimpin redaksi jurnal ilmiah The Lancet, menilai semestinya bukan dianggap sebagai pandemi, melainkan sebagai sindemi.

Nah, apa sebenarnya arti dari sindemi dan bagaimana seharusnya penanganan COVID-19 dilakukan?

Baca Juga: Apa Itu Swab Antigen untuk Deteksi Virus Corona? Ini Penjelasannya

Apa Itu Sindemi?

Sindemi adalah akronim yang berasal dari kata sinergi dan pandemi. Artinya, penyakit seperti virus corona COVID-19 enggak boleh berdiri sendiri.

Di satu sisi ada virus SARS-CoV-2, yaitu virus penyebab COVID-19 dan disi lain ada serangkaian penyakit yang sudah diidap oleh seseorang.

Keduanya saling berinteraksi dalam konteks ketimpangan sosial yang mendalam.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kalau dampak pandemi COVID-19 dialami secara enggak proporsional pada kelompok masyarakat paling rentan.

Di antaranya orang yang hidup dalam kemiskinan, pekerja miskin, perempuan dan anak-anak, serta penyandang disabilitas dan kelompok marjinal lainnya.

Sindemi bukanlah istilah baru dan sudah muncul sekitar tahun 1990-an yang diciptakan oleh antropolog medis asal Amerika Serikat, Merill Singer.

Istilah ini digunakan untuk menyebut kondisi saat dua penyakit atau lebih berinteraksi sedemikian rupa, sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih besar daripada dampak dari masing-masing penyakit tersebut.

Dampak dari interaksi ini juga difasilitasi oleh kondisi sosial dan lingkungan yang bisa menyatukan kedua penyakit atau membuat populasi jadi lebih rentan terhadap dampaknya.

Kesimpulannya, dalam beberapa kasus, kombinasi penyakit bisa memperkuat dampak dan kerusakan yang dialami seseorang.

Baca Juga: Apa Itu Long COVID? Ternyata Fenomena Ini Sudah Ada Sejak Awal Pandemi

Strategi Menghadapi COVID-19

Para ilmuwn melihat bagaimana COVID-19 berinteraksi dengan berbagai kondisi yang sudah ada sebelumnya, diabetes, kanker, masalah jantung dan banyak faktor lain.

Bahkan enggak cuma itu, mereka juga melihat adanya tingkat yang enggak proporsional dari dampak yang merugikan di komunitas masyarakat miskin, berpenghasilan rendah dan etnis minoritas.

Pengaruh lingkungan sosial ekonomi juga jadi faktor yang dapat meningkatkan risiko COVID-19.

Menurut Tiff-Annie Kenny, peneliti di Laval University di Kanada, penyakit seperti diabetes atau obesitas, yang termasuk faktor risiko COVID-19 lebih sering dialami pada orang-orang berpenghasilan rendah.

Di tengah kondisi wilayah dengan kerawanan pangan, perubahan iklim sampai pengaturan perumahan yang buruk, akan semakin sulit untuk menjalankan rekomendasi kesehatan seperti mencuci tangan atau menjaga jarak.

Enggak selalu akses kesehatan yang terbatas, makanan, pendidikan atau kebersihan, maupun penyakit lain bisa memperparah penyakit bawaan memengaruhi kondisi sosial ekonomi terkait dampak dari suatu penyakit.

Oleh sebab itu, dengan menganalisis situasi menggunakan pendekatan sindemi, Tiff-Annie Kenny menjelaskan perlunya beralih dari pendekatan epidemiologi klasik mengenai risiko penularan COVID-19 dengan pendekatan dalam konteks sosial.

Cara pandang ini banyak dilakukan para ahli yang meyakini kalau itu bisa memperlambat laju penularan dan dampak COVID-19.

Baca Juga: Apa Itu Pandemi dan Perbedaannya dengan Epidemi Terkait Virus Corona

-----

Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo dan Mombi SD. Tinggal klik di https://www.gridstore.id.