Find Us On Social Media :

Sempat Disebut Berlebihan Hadapi Corona, Sekarang Negara Ini Dinilai Sukses Tangani Covid-19

Foto memperlihatkan penduduk Vietnam yang memakai masker wajah sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebaran virus corona COVID-19, mempraktikkan social distancing ketika mereka menunggu untuk diuji di pusat pengujian cepat sementara dekat rumah sakit Bach Mai di Hanoi pada 31 Maret 2020.

GridKids.id - Virus corona Covid-19 pertama muncul di akhir tahun 2019.

Enggak lama kemudian, virus ini sudah menyebar di hampir seluruh negara.

Meski belum ada yang sepenuhnya terbebas dari corona, namun beberapa negara dinilai sudah berhasil pulih dari Covid-19. Salah satunya Vietnam.

Vietnam yang mempunyai jumlah penduduk mencapai 97 juta jiwa, cuma melaporkan ratusan kasus positif virus corona yang terjadi di negaranya.

Bahkan, negara ini mencatatkan kalau enggak ada kasus kematian yang terjadi.

Hampir sebulan berlalu sejak transmisi komunitas terakhir, negara mulai melonggarkan aturan-aturan yang diterapkan.

Para ahli mengatakan kalau enggak seperti negara lain yang mengalami infeksi dan kematian dalam skala besar, Vietnam sudah bertindak sejak dini.

Meskipun hemat biaya, pendekatan yang intensif punya kekurangan, dan para ahli mengatakan mungkin sudah terlambat bagi sebagian besar negara lain untuk belajar dari keberhasilan negara ini.

Tindakan Ekstrem tapi Masuk Akal

Dr Todd Pollad dari Harvard's Partnership for Health Advancemnet di Hanoi mengatakan, dalam menghadapi virus yang saat ini terjadi, memang lebih baik bereaksi secara berlebihan.

"Ketika berurusan dengan novel-novel (virus) semacam ini yang berpotensi menimbulkan patogen berbahaya, lebih baik bereaksi berlebihan," kata dia seperti dilansir dari BBC, 15 Mei 2020.

Menyadari sistem medis akan kewalahan oleh penyebaran virus yang ringan, Vietnam memilih pencegahan dini dalam skala besar.

Pada awal tahun ini, sebelum ada kasus terkonfirmasi, pemerintah Vietnam sudah memulai tindakan untuk mempersiapkan pneunomia jenis baru yang misterius ini, di mana saat itu sudah memakan dua korban di Wuhan.

Baca Juga: Bikin Gemas! Panda-Panda di Restoran Ini Bantu Para Pengunjung untuk Tetap Terapkan Physical Distancing

Saat kasus virus pertama dikonfirmasi pada 23 Januari 2020, yaitu seorang pria yang sudah melakukan perjalanan dari Wuhan, negara ini sedang mereaksikan rencana darurat.

"Itu sangat cepat bertindak dengan cara yang tampaknya cukup ekstrem pada saat itu tetapi kemudian terbukti agak masuk akal," kata Prof Guy Thwaites, direktur Unit Penelitian Klinis Universitas Oxford (OUCRU) di Kota Ho Chi Minh, yang bekerja dengan pemerintah dalam program penyakit menular.

Vietnam memberlakukan langkah-langkah cepat, di saat negara-negara lain akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk melakukan pembatasan perjalanan. 

Vietnam juga memantau dengan cermat dan akhirnya menutup perbatasan dengan Tiongkok dan meningkatkan pemeriksaan kesehatan di perbatasan dan tempat rentan lainnya.

Sekolah pun sudah tutup pada akhir Januari sampai pertengahan Mei. 

"Ini adalah negara yang telah menangani banyak wabah di masa lalu," ujar kata Prof Thwaites, dari SARS (2003) sampai flu burung (2010) dan wabah besar campak dan demam berdarah.

Pemerintah dan populasi sangat terbiasa menangani penyakit menular dan mungkin lebih menghormatinya dibandingkan negara-negara yang lebih kaya.

Vietnam tahu bagaimana menanggapi hal-hal tersebut.

Pada pertengahan Maret, Vietnam mengirim semua orang yang memasuki negaranya dan siapa pun di dalam negara tersebut yang melakukan kontak dengan kasus yang dikonfirmasi ke pusat karantina selama 14 hari.

Sebagian besar biaya ditanggung pemerintah, meskipun akomodasi enggak selalu mewah, tapi membuat orang yang berpotensi terinfeksi menjauh dari masyarakat umum.

Baca Juga: Fakta Unik dari Vietnam, Negara dengan Nol Kasus Kematian Karena Covid-19

Perlindungan terhadap Asimptomatik

Prof Thwaites mengatakan, karantina dalam skala yang begitu luas menjadi kunci, lantaran bukti menunjukkan kalau sebanyak setengah dari semua orang yang terinfeksi enggak menunjukkan gejala.

Semua orang di karantina diuji sakit atau tidaknya, dan dia mengatakan jelas kalau 40 persen dari kasus Vietnam yang dikonfirmasi, enggak akan tahu kalau punya virus kalau enggak diuji.

Kalau mempunyai level pembawa asimptomatik, satu-satunya yang bisa dilakukan untuk mengendalikan yaitu mengunci orang-orang tersebut, karena kalau dibiarkan berkeliaran akan menyebarkan infeksi.

Hal ini juga membantu menjelaskan enggak adanya kematian di negara ini.

Sebagian besar orang Vietnam yang kembali adalah pelajar, turis atau pelancong bisnis, di mana mereka cenderung lebih muda dan sehat.

Mereka mempunyai peluang yang lebih baik untuk melawan virus itu sendiri. Sehingga, sistem medis bisa memfokuskan sumber dayanya pada beberapa kasus kritis.

Sementara Vietnam enggak pernah melakukan penguncian nasional secara total, negara ini menyerbu klaster yang baru muncul.

Pada Februari, setelah beberapa kasus di Son Loi, utara Hanoi, lebih dari 10.000 orang yang tinggal di daerah sekitarnya ditutup.

Enggak seorang pun akan diizinan masuk atau keluar sampai dua minggu berlalu tanpa ada kasus yang dikonfirmasi.

Penahanan lokal ini yang kemungkinan akan digunakan lagi kalau virus muncul kembali, berarti Vietnam belum melakukan sejumlah besar pengujian di komunitas yang lebih luas.

"Awalnya terasa seolah-olah itu adalah strategi risiko yang cukup tinggi. Tapi ternyata benar-benar baik-baik saja, karena mereka dapat mengisolasi dan mempertahankan cengkeraman penuh pada kasus-kasus itu," kata Prof Thwaites.

(Penulis: Mela Arnani)

Baca Juga: Hebat! Kasus Covid-19 di Vietnam Nol Kematian, Ternyata Ini Cara yang Dilakukan

-----

Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa dan  komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids  dan Album Donal Bebek. Tinggal klik di https://www.gridstore.id.