Pada masa pemerintahannya, Amangkurat I banyak melakukan pembunuhan.
Namun, VOC ternyata menuntut ganti rugi dan imbalan atas pertolongan tersebut.
Karena tuntutan ganti rugi tersebut, Kerajaan Mataram mengalami kemunduran ekonomi.
Hubungan Amangkurat II dan VOC yang tak baik membuat pihak Belanda menentang penobatan Amangkurat III setelah sang sunan meninggal.
Mereka justru menunjuk Pangeran Puger untuk menggantikan Amangkurat II untuk memimpin Kerjaan Mataram.
Perebutan tahta antara Amangkurat III dengan Pangeran Puger menimbulkan perang saudara pada tahun 1704-1708.
Perang ini berhasil dimenangkan oleh Pangeran Puger yang kemudian mendapatkan tahta dengan gelar Paku Buwono.
Setelah meninggalnya Paku Buwono, Kerajaan Mataram semakin terguncang karena berbagai aksi pemberontakan.
Perebutan kekuasaan antara Paku Buwono II dan Raden Mas Said menimbulkan peristiwa besar yang disebut Geger Patjina.
Sejumlah konflik antara pihak kerajaan, VOC, dan pemberontak akhirnya memunculkan Perjanjian Giyanti pada 1755.
Baca Juga: Mengenal Sejarah Kerajaan Mataram Kuno, Mulai dari Asal Muasal
Perjanjian ini menyatakan bahwa Mataram dibagi menjadi dua bagian.
Bagian barat, yang meliputi wilayah Yogyakarta, diberikan pada Pangeran Mangkubumi.
Sang pangeran pun naik tahta dengan menyandang gelar Hamengku Buwono I.
Mangkubumi kemudian membangun sebuah keraton di wilayah tersebut.
Sementara itu, bagian timur yang meliputi wilayah Surakarta dan sekitarnya diberikan kepada Sri Susuhan Paku Buwono III.
-----
Ayo kunjungiadjar.iddan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.